Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperketat perlindungan konsumen dan pengawasan terhadap perilaku Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUJK). Bahkan, lembaga independen tersebut akan melakukan fungsi gugatan perdata kepada perusahaan atau pihak yang merugikan konsumen.
Fungsi tersebut sejatinya dapat dijalankan sejak lama oleh OJK yakni tercantum dalam pasal 30 Undang-undang (UU) OJK Nomor 21 Tahun 2011. Dalam beleid ini tertulis bahwa OJK dapat melakukan gugatan perdata terhadap perusahaan atau pihak yang merugikan konsumen.
“Ini [gugatan perdata pada 2023] masih dalam tahap awal, walaupun UU ini sudah ada sejak lama. Namun baru kali ini OJK melakukan ini [gugatan perdata],” kata Anggota Dewan Komisioner Pengawas Perilaku PUJK, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam konferensi pers PTIJK, awal pekan ini yang dikutip dari kanal YouTube Jasa Keuangan, Rabu (8/1/2023).
Friderica mengatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan kepolisian terkait hal tersebut.
Gugatan perdata oleh OJK juga diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 7 Tahun 2021. Dalam Pasal 44 berbunyi, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum untuk perlindungan konsumen, yang meliputi:
a. Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada PUJK untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan PUJK dimaksud;
Baca Juga
b. Mengajukan gugatan:
1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau
2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Adapun, ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b angka 2 hanya akan digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Kemudian, gugatan perdata untuk perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan gugatan legal standing bukan gugatan perwakilan kelompok (class action).
“Gugatan perdata untuk perlindungan Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan penilaian OJK bukan atas permintaan Konsumen,” tulis beleid tersebut.