Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) tercatat melesat sejak kemarin (15/2/2023) seiring dengan wacana lepasnya kepemilikan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) di bank syariah terbesar Tanah Air itu.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, pada penutupan perdagangan kemarin (15/2/2023), harga saham BRIS pun tecatat melonjak 15,82 persen ke level Rp1.610. Sedangkan pada perdagangan hari ini, saham BRIS menanjak 0,93 persen pada penutupan ke level Rp1.625. Meski demikian, sepanjang perdagangan hari ini, saham BRIS sempat melonjak Rp1.725.
Dengan capaian ini, dalam sepekan harga saham BRIS sudah melompat dari level Rp1.315, sementara sejak awal tahun ini atau secara year to date (ytd) harga saham BRIS naik dari level Rp1.285.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan bahwa saham BRIS pada kemarin mencapai auto reject atas (ARA). Peningkatan harga saham itu terjadi karena secara fundamental BRIS mencatatkan kinerja apik pada 2022. "Kalau kita lihat BRIS kinerja keuangannya juga solid," katanya kepada Bisnis pada Kamis (16/3/2023).
BRIS tercatat memperoleh laba Rp4,26 triliun pada 2022, tumbuh 42,3 persen secara tahunan (year–on–year/yoy) dibandingkan perolehan laba pada 2021 yang mencapai Rp3,02 triliun.
Baca Juga
Selain itu, berdasarkan price to earning ratio (PER) dan price to book value (PBV), posisi BRIS masih undervalued dibandingkan sama rata-rata emiten perbankan. Meski kinerja saham sedang moncer, investor menurutnya lebih baik mencermati waktu yang baik untuk masuk ke saham BRIS.
"Karena sudah ARA dan ada kemungkinan akan koreksi harga sahamnya karena sudah menunju ke harga resistance," ujarnya.
Melesatnya saham BRIS ini terjadi di tengah munculnya wacana perombakan kepemilikan saham di BRIS dan masuknya investor baru. Dalam acara Global Islamic Finance Summit (GIFS) kemarin (15/2/2023), Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyebut bahwa kepemilikan saham publik atau free float di BRIS akan terus bertambah.
Kartika mengatakan bahwa saat ini saham publik di BSI hanya baru mencapai 9,91 persen. “Kita ingin menambah float dari yang ada saat ini,” katanya setelah acara GIFS pada Rabu (15/2/2023).
Dalam upayanya memperbesar porsi saham publik itu, porsi kepemilikan saham BRI dan BNI di BSI akan hilang. “Memang ada saham dari BRI dan BNI yang perlahan keluar dari BSI,” ujar Kartika.
Sementara, porsi saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) di BSI tetap bertahan. Bank Mandiri juga menurutnya akan tetap menjadi pemegang saham pengendali dan pemerintah akan tetap memegang saham dwiwarna di BSI.
Sementara itu, seiring dengan keluarnya BRI dan BNI dari BSI, Kartika mengatakan bahwa ada peluang masuknya investor strategis. “Ini akan dilihat komposisinya di pasar, BNI dan BRI exit, siapa yang akan gantikan, dan berapa size-nya?” ujarnya.
Kartika mengatakan bahwa ada sejumlah investor potensial yang bisa masuk menggantikan BRI dan BNI di BSI. Sementara, seiring dengan target BSI untuk menjadi pemain global, maka investor asing pun mempunyai peluang besar.
“Kita terus berproses, kita ingin sebenarnya BSI jadi pemain di global ekosistem,” kata Kartika.
Berdasarkan data komposisi kepemilikan saham BRIS per 31 Januari 2023, Bank Mandiri tercatat sebagai pemilik saham pengendali dengan porsi kepemilikan 51,47 persen. Kemudian, BNI mempunyai porsi kepemilikan saham 23,24 persen, dan BRI 15,38 persen.