Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia memandang prospek perekonomian global dalam beberapa bulan membaik karena pembukaan kembali ekonomi China dan pemulihan sektor jasa yang kuat di banyak negara.
Sejalan dengan itu, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Asia Timur dan Pasifik meningkat menjadi sebesar 5,1 persen pada 2022, dari 3,5 persen pada 2022.
Perkiraan ini juga lebih tinggi 0,5 poin persentase dari perkiraan pada Oktober 2022.
Terkhusus Asean-5, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat menjadi 4,9 persen dari pertumbuhan pada 2022 sebesar 6 persen.
Bank Dunia menilai selain ditopang oleh konsumsi domestik, peningkatan aktivitas ekonomi di China juga memberikan peranan yang besar bagi ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Di sisi lain, Bank Dunia menilai bahwa tingginya tekanan inflasi yang berlanjut masih akan menjadi tantangan bagi perekonomian kawasan.
Baca Juga
“Meskipun permintaan domestik diperkirakan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan, inflasi yang tinggi kemungkinan besar akan mengurangi konsumsi swasta,” tulis Bank Dunia dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update April 2023 yang dikutip Bisnis, Senin (24/3/2023).
Selain itu, tingginya utang rumah tangga di beberapa negara kawasan juga dinilai dapat memperburuk dampak dari suku bunga yang tinggi, meningkatkan beban keuangan, dan semakin membebani konsumsi.
Pertumbuhan investasi swasta pun berpotensi tertekan oleh tingkat suku bunga yang tinggi dan ketidakpastian dari hambatan eksternal.
Kontribusi dari ekspor juga diperkirakan menurun karena moderasi pertumbuhan global yang mengakibatkan perlambatan permintaan eksternal.
Perkembangan tersebut mencerminkan bahwa para pembuat kebijakan menghadapi tantangan yang sulit antara menghidupkan kembali pertumbuhan jangka pendek dan memastikan pertumbuhan jangka panjang yang inklusif, stabil, dan berkelanjutan.
Sementara itu, kebijakan moneter di China diperkirakan akan mendukung, tetapi tidak sekuat pada 2022.
Kebijakan fiskal juga diperkirakan akan ekspansif, tetapi pada tingkat yang lebih rendah pada 2023 dibandingkan dengan periode 2022.
Di kawasan lainnya, prospek mengasumsikan konsolidasi fiskal yang berlanjut namun lebih moderat dan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut.
Menurut Bank Dunia, meski sentimen untuk pertumbuhan global baru-baru ini membaik, perlambatan yang lebih tajam dari yang diperkirakan dapat terjadi karena pengetatan moneter yang juga masih dibayangi oleh ketidakpastian geopolitik.
“Di luar efek pembukaan kembali, prospek China masih belum pasti karena tantangan di sektor propertinya, yang juga akan membebani pertumbuhan PDB negara-negara di Asia Tenggara,” tulis Bank Dunia.