Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan asuransi jiwa konglomerasi besar (chaebol) Korea PT Hanwha Life Insurance Indonesia (Hanwha Life) membukukan laba setelah pajak senilai Rp12,71 miliar pada kuartal I/2023.
Mengutip laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan pada Minggu (4/6/2023), laba yang dikantongi Hanwha Life melesat 735,90 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,52 miliar.
Jika dirinci, meningkatnya laba Hanwha Life pada kuartal I/2023 seiring dengan tumbuhnya pendapatan premi hingga 95,67 persen yoy. Nominalnya naik dari Rp20,59 miliar menjadi Rp40,3 miliar.
Dari sana, jumlah pendapatan premi neto Hanwha Life menjadi Rp26,5 miliar atau naik 30,29 persen yoy dari Rp20,34 miliar. Komponen lain juga terpantau tumbuh, yakni hasil investasi yang menjadi Rp44,25 miliar dari sebelumnya hanya Rp30,24 miliar atau naik 46,32 persen yoy.
Alhasil, Hanwha Life mampu membukukan jumlah pendapatan senilai Rp72,65 miliar pada 31 Maret 2023 atau naik 38,72 persen yoy dari Rp52,37 miliar pada 31 Maret 2022.
Sementara itu, klaim dan manfaat yang dibayar perusahaan menanjak 37,68 persen yoy dari Rp8,13 miliar menjadi Rp11,19 miliar. Imbasnya, jumlah beban klaim dan manfaat yang ditanggung Hanwha Life naik 128,70 persen yoy menjadi Rp22,88 miliar dari periode yang sama 2022 hanya Rp10 miliar.
Sampai dengan kuartal I/2023, jumlah aset yang dimiliki Hanwha Life menebal dan menjadi Rp2,13 triliun atau naik 3,08 persen yoy dari semula Rp2,06 triliun.
Rinciannya, jumlah liabilitas yang ditanggung naik 42,59 persen yoy menjadi Rp256,07 miliar dari Rp179,58 miliar. Sedangkan jumlah ekuitas turun tipis 0,68 persen yoy dari Rp1,88 triliun menjadi Rp1,87 triliun.
Beralih ke tingkat kesehatan, tingkat solvabilitas atau risk-based capital (RBC) Hanwha Life berada di level 1.682,32 persen pada kuartal I/2023.
Jika dibandingkan dengan posisi kuartal I/2022, RBC Hanwha Life turun dari semula berada di angka 6.496,68 persen. Namun, RBC perusahaan masih berada di atas batas minimum ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan angka minimum 120 persen.