Bisnis.com, JAKARTA – Posisi cadangan devisa Indonesia pada Mei 2023 tercatat sebesar US$139,3 miliar, turun sebesar US$4,9 miliar dari bulan sebelumnya.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyampaikan bahwa penurunan tersebut dipengaruhi oleh ketidakpastian yang meningkat, suku bunga kebijakan global di tengah tingkat inflasi yang masih tinggi dan pasar tenaga kerja yang ketat.
“Akibatnya, pasar keuangan Indonesia mengalami arus masuk modal asing yang lebih rendah, sebesar US$560 juta pada Mei 2023, turun dari arus masuk sebesar US$1,12 miliar pada April 2023,” katanya, Jumat (9/6/2023).
Faisal memperkirakan bahwa cadangan devisa Indonesia masih berpotensi meningkat hingga akhir tahun hingga mencapai kisaran US$135 miliar hingga US$155 miliar meski ketidakpastian prospek ekonomi global yang terus berlanjut.
“Cadangan devisa yang kuat ini berpotensi memberikan dukungan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di tengah ketidakpastian global yang meningkat,” jelasnya.
Faisal juga memperkirakan nilai tukar rupiah akan ditutup pada level Rp14.864 per dolar AS pada akhir 2023.
Dari sisi sektor eksternal Indonesia, dia memperkirakan neraca transaksi berjalan (current account/CA) Indonesia akan mencatatkan defisit yang terkendali sekitar -0,65 persen dari PDB pada 2023.
Meskipun berbalik defisit dari tahun 2022 yang surplus 0,99 persen dari PDB, proyeksi defisit pada 2023 tetap berada di bawah ambang batas 3 persen dari PDB, yang mengindikasikan bahwa transaksi berjalan masih dalam kondisi yang kuat.
Faisal menjelaskan, penurunan transaksi berjalan terutama disebabkan oleh moderasi pertumbuhan ekspor, yang dipicu oleh penurunan harga komoditas akibat melemahnya permintaan global di tengah tekanan inflasi dan kenaikan suku bunga acuan yang sedang berlangsung.
Surplus perdagangan diperkirakan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama dari yang diproyeksikan meski menyusut karena penurunan harga komoditas secara bertahap.
Kondisi ini didorong oleh kembalinya aktivitas ekonomi China, pemangkasan produksi minyak OPEC+, penurunan produksi beberapa komoditas di tengah kemungkinan El Nino yang tinggi di tahun ini, dan meredanya krisis energi global.
Sementara itu, imbuh Faisal, potensi risiko yang timbul dari kenaikan suku bunga kebijakan global yang berkelanjutan untuk menurunkan inflasi global dapat memicu sentimen penghindaran risiko di pasar portofolio, sehingga menimbulkan hambatan bagi arus masuk modal ke pasar obligasi dan pasar saham.
Kendati demikian, tingkat inflasi Indonesia pada Mei 2023 telah mencapai tingkat 4,00 persen, secara efektif kembali ke kisaran target Bank Indonesia (BI) 2 hingga 4 persen.
“Pencapaian ini memastikan terjaganya spread yang baik antara tingkat suku bunga dan tingkat inflasi, yang mendorong instrumen keuangan Indonesia terlihat lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara lain, sehingga menarik arus modal masuk,” jelasnya.
Dia menambahkan, komitmen pemerintah yang kuat untuk memajukan hilirisasi sumber daya alam juga memiliki potensi untuk menghasilkan arus masuk investasi langsung yang lebih besar ke Indonesia.
Selain itu, upaya untuk menahan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam, termasuk penggunaan term deposit (TD) valas BI sebagai instrumen untuk mengelola DHE, sampai batas tertentu, dapat menghalangi pengalihan aset ke luar negeri.