Bisnis.com, JAKARTA - Sesuai Undang-Undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mengemban sejumlah amanat baru. Salah satunya yakni pengaturan mengenai penempatan dana pada bank dalam penyehatan (BDP).
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan dalam menjalankan mandat tersebut nantinya LPS akan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Mekanismenya, banknya (BDP) akan minta ke OJK. Jadi, bukan kita yang nentuin ya, nanti OJK mempelajari kalau dibilang visible baru dikasih ke LPS dengan rekomendasi patut layak di beri [penempatan dana] atau tidak," jelasnya saat ditemui di Jakarta, usai melaksanakan konsultasi UU PPSK dengan Komisi XI DPR RI, Senin (3/7/2023).
Secara lebih rinci, Purbaya menambahkan, terkait kriteria bank dalam penyehatan yang layak diberikan penempatan dana salah satunya yakni bank yang tidak memiliki akses ke pinjaman lunak jangka pendek (PLJP) dari Bank Indonesia.
LPS menilai langkah penempatan dana ini utamanya ditujukan untuk menjaga sistem likuiditas perbankan tetap terjaga, agar nantinya mampu memberikan rasa aman dan menumbuhkan rasa kepercayaan nasabah.
Meskipun demikian, BDP yang hendak mengajukan diri sebagai penerima penempatan dana LPS diharuskan memiliki kualitas aset yang baik untuk dijadikan agunan.
"OJK nanti akan [hadirkan] persyaratan mengenai aset-aset seperti apa yang dijadikan agunan. Nanti setelah itu dikasih ke kita, kita pelajari kalau bagus maka kita masuk," pungkasnya.
Untuk diketahui sebelumnya, dalam UU PPSK LPS akan mendapatkan sejumlah penambahan kewenangan. Selain akan mengatur mengenai penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), LPS juga memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP) dan Pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan, UU Pasar Modal.