Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini masih tahan banting atau resilien terhadap gejolak ekonomi global. Kondisi perbankan dari sisi intermediasi hingga permodalan pun terjaga dengan baik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan di tengah kebijakan hawkish negara-negara maju, tensi geopolitik tinggi, serta penurunan ekspor, perbankan Indonesia tetap resilien. "Intermediasi terjaga dan permodalan kuat," kata Dian dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Selasa (4/7/2023).
Berdasarkan laporan OJK, penyaluran kredit perbankan pada Mei 2023 tumbuh 9,39 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp6.577 triliun. Pertumbuhan kredit bank pada Mei 2023 itu lebih pesat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,08 persen yoy.
Kemudian, bank meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp8.007 triliun pada 2023, tumbuh 6,55 persen yoy.
Dari sisi permodalan, bank mencatatkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 25,2 persen per Mei 2023.
"Likuditas perbankan pada Mei 2023 juga memadai dilihat dari rasio likuiditas yang terjaga, jauh di atas ambang batas ketentuannya," katanya.
Baca Juga
Alat likuid per non core deposit (AL/NCD) serta alat likuid per DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 123,27 persen dan 27,52 persen pada Mei 2023.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga mengungkapkan bahwa stabilitas sistem keuangan di Indonesia, termasuk perbankan tetap terjaga dengan baik mengacu laporan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
"Dalam rilis IMF The Global Bank Stress Test, dalam skenario ekonomi memburuk stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap dapat terjaga dengan baik. Hal ini didukung dengan buffer permodalan serta likuiditas perbankan Indonesia, mampu menyerap risiko yang muncul," kata Mahendra dalam kesempatan yang sama.
Menurut Mahendra, sektor jasa keuangan juga terjaga stabil di tengah divergensi perekonomian global. Divergensi yang dimaksud Mahendra adalah perbedaan langkah-langkah yang diambil berbagai otoritas di dunia terutama di negara besar terkait kondisi ekonomi masing-masing.
Ia mengatakan, The Fed menahan laju suku bunga acuannya seiring dengan meredanya inflasi. Lalu, di Eropa suku bunga acuan masih dalam tren kenaikan sejalan dengan inflasi yang persisten tinggi.
Di tengah divergensi itu, OJK menilai sektor jasa keuangan Indonesia tetap terjaga stabil dengan permodalan kuat dan intermediasi kembali meningkat.
"Di domestik, kinerja perekonomian nasional positif dan tekanan inflasi mereda kembali ke target 4 persen yoy," tutur Mahendra.