Bisnis.com, JAKARTA – Data di sektor perbankan menjadi incaran para hacker karena memiliki nilai ekonomo. Bank-bank pun kian gencar memperkuat keamanan datanya, seperti dengan menggaet raksasa teknologi global.
PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) misalnya berkerja sama dengan raksasa teknologi asal China Tencent melalui Tencent Cloud. Dalam kerja samanya, Tencent akan membantu bank besutan konglomerat Chirul Tanjung itu mengembangkan layanan digitalnya lebih berkualitas dan aman.
Allo Bank kemudian bisa memanfaatkan sistem manajemen basis data di Tencent yakni TDSQL. Dengan TDSQL, Allo Bank dapat memproses hingga 100.000 transaksi harian.
Emiten bank berkode BBHI itu juga dapat mengurangi biaya distribusi unduhan aplikasi hingga memperkuat sistem aplikasi dan solusi keamanan yang dapat mendeteksi risiko pada aplikasi bank.
"Melalui kerja sama dengan Tencent Cloud, Allo Bank telah mendapatkan dukungan besar dalam mencapai tujuannya untuk mengelola data dalam jumlah yang sangat besar, menangani transaksi berfrekuensi tinggi, memastikan keamanan online, dan mengelola risiko," kata Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.
Bank digital lainnya PT Bank Jago Tbk. (ARTO) juga telah menggaet raksasa teknologi Google melalui Google Cloud Platform (GCP) pada 2021. Bank digital besutan Jerry Ng ini berkerja sama dengan Google guna memperkuat kapasitas infrastruktur dan aplikasinya.
Baca Juga
Lalu, pada tahun ini PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) juga menggaet Alibaba Cloud untuk memperkuat aplikasi mobile banking-nya.
Tahun lalu, BTN juga menggaet Google Cloud Indonesia melalui partner lokalnya, PT Multipolar Technology Tbk. (MPLT). Direktur IT & Digital Bank BTN Andi Nirwoto mengatakan kerja sama itu dilakukan guna meningkatkan kinerja perusahaan dan memberikan kenyamanan kepada nasabah dalam bertransaksi.
Lalu, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bank BJB telah berkerja sama dengan Amazon Web Service (AWS) dan PT DCI Indonesia dalam mengelola datanya.
Upaya bank memperkuat infrastruktur IT mereka itu dilakukan di tengah ancaman serangan siber yang menimpa sektor perbankan. Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan sektor perbankan memang menjadi sasaran utama serangan siber seperti pembobolan data. "Motivasi utama dari serangan siber adalah ujung-ujungnya uang," ujar Alfons.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha juga mengatakan sektor perbankan memang menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan siber karena mempunyai nilai ekonomi yang besar.
“Perbankan selalu akan dilihat pertama, karena ini adalah industri yang berjalan berdasarkan kepercayaan dan keamanan,” tuturnya.
Berdasarkan data dari Checkpoint Research 2022, sektor jasa keuangan termasuk perbankan mendapatkan 1.131 kali serangan siber setiap pekannya. Sementara, data International Monetary Fund (IMF) pada 2020 menyebutkan total kerugian rata-rata tahunan akibat serangan siber di sektor jasa keuangan secara global mencapai sekitar US$100 miliar.