Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan suku bunga yang sudah mencapai puncaknya, diyakini akan segera berbalik seiring melandainya inflasi sehingga menggairahkan sektor properti. Kondisi yang pada akhirnya turut menyuburkan bisnis asuransi harta benda atau properti.
Kondisi yang membawa industri asuransi property and casualty (P&C) mengalami softening market, termasuk di Indonesia.
“Indonesia dengan tingkat inflasi yang dibawah 4 persen dan cenderung menurun sehingga khusus untuk industri asuransi property and casualty (P&C) akan terus softening market dan bergairah kembali,” kata Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim kepada Bisnis, Kamis (13/7/2023).
Softening market adalah kondisi di mana pasar asuransi bersaing ketat sehingga premi yang ditawarkan lebih kompetitif. Sejumlah syarat dalam kondisi pasar ini juga menjadi lebih fleksibel dan cakupan reasuransi di pasar tersedia dengan baik.
Secara umum, Abitani melihat adanya pertumbuhan pendapatan premi kotor sektor properti yang memberikan angin segar untuk industri. Kendati demikian, dia menyebutkan bahwa belum ditelaah lagi apakah peningkatan pendapatan tersebut karena bisnis yang membaik dengan jumlah polis yang bertambah signifikan atau karena kenaikan tarif premi akibat hardening market.
Dia juga meyakini bahwa pangsa pasar asuransi umum di Indonesia masih sangat didominasi oleh asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor secara total pendapatan premi dan jumlah polis.
Baca Juga
Diketahui, premi industri asuransi umum di Indonesia tercatat terus tumbuh pada kuartal I/2023. Bisnis asuransi umum tercatat melonjak 12,87 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp33,66 triliun per Maret 2023.
Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwiyanto mengatakan pangsa pasar terbesar pada pencatatan premi asuransi umum pada kuartal I/2023 masih didominasi oleh asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor.
Di sisi lain, menurut laporan Marketplace Insights bulan Juni 2023 dari Lloyd Sadd, broker Navacord, industri asuransi P&C di Kanada menunjukkan tanda-tanda softening market.
Meskipun demikian, laporan tersebut mengutip banyak pengamat industri yang memperkirakan pasar yang sulit bertahan hingga tahun 2023. Termasuk karena ketidakstabilan ekonomi dan politik yang sedang berlangsung, gangguan rantai pasokan, kekurangan tenaga kerja, perubahan peraturan, tingkat reasuransi tertinggi, dan ancaman meningkatnya kerugian akibat bencana global.
Namun, terlepas dari perkiraan yang suram, peningkatan kapasitas dan asuransi yang semakin berani mengambil risiko telah meningkatkan persaingan pada 2023. Kondisi tersebyt diperkirakan akan berlanjut hingga paruh kedua tahun ini.