Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir hari ini, Selasa 25 Juli 2023.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa suku bunga acuan BI pada level 5,75 persen tersebut masih konsisten dalam menjangkar ekspektasi inflasi dalam jangka pendek.
“Sementara itu, nilai tukar rupiah masih bergerak cukup stabil, terutama pasca rilis inflasi AS menunjukkan tren penurunan lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya,” katanya kepada Bisnis, Senin (24/7/2023).
Josua menilai, proyeksi arah kebijakan The Fed tersebut mendorong stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah juga ditopang oleh aturan baru terkait penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri yang berlaku pada Agustus mendatang.
“Stabilitas rupiah serta inflasi yang melambat diperkirakan mendorong BI mempertahankan suku bunganya pada RDG mendatang,” jelas Josua.
Josua menambahkan bahwa stance kebijakan moneter yang netral saat ini yang ditujukan untuk mendukung stabilitas rupiah dan terjaganya inflasi, akan tetap mendukung momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek.
Baca Juga
Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan bahwa BI akan cenderung berhati-hati dalam merespons arah terbaru kebijakan bank sentral Amerika Serikat (the Fed).
The Fed pada pertemuan FOMC terakhir memutuskan untuk menahan suku bunga acuan, tetapi mengisyaratkan untuk menaikkan suku bunga lanjutan ke depan.
Faisal berpandangan, dampak dari transmisi FFR terhadap Indonesia pun akan semakin terlihat melalui imbal hasil obligasi pemerintah.
Jika imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun terus menurun dan mendekati level 6 persen, maka dia mengatakan bahwa BI tidak perlu menaikkan tingkat suku bunga acuan.
Selain itu, jika tingkat inflasi tetap terkendali dengan baik pada kisaran target 2-4 persen dari Juni hingga Desember 2023, maka ruang untuk kenaikan menurutnya akan terbatas.
“Kita lihat dampaknya ke yield dan rupiah dulu, so far masih bisa ditahan. Namun, memang akan data dependen juga,” katanya kepada Bisnis, Rabu (21/6/2023).