Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan asuransi turut berinvestasi dalam mengelola bisnisnya. Tak sedikit perusahaan asuransi umum yang memilih instrumen obligasi dan Surat Berharga Negara (SBN) dalam berinvestasi.
Seperti halnya, PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. atau Tugu Insurance, di mana alokasi portofolio investasi terbesar masih konsisten pada instrumen obligasi yakni sebesar 43,2 persen.
Selanjutnya, Asuransi Wahana Tata (Aswata), di mana portofolio terbesar perusahaan untuk saat ini di Surat Berharga Negara (SBN) dan obligasi pemerintah atau swasta yakni 40 persen.
Pakar investasi menilai bahwa banyak perusahaan asuransi yang menempatkan investasi paling banyak pada obligasi dan SBN, salah satu faktornya adalah karena keduanya instrumen keuangan yang relatif aman dan stabil.
Meskipun obligasi dan SBN cenderung memberikan tingkat pengembalian yang lebih rendah daripada beberapa instrumen investasi lainnya, tetap dianggap sebagai pilihan yang cukup menjanjikan mengingat perusahaan asuransi harus menjaga keseimbangan antara menghasilkan keuntungan dari investasi dan menjaga likuiditas untuk membayar klaim.
“Dalam mengelola portofolio investasi, perusahaan asuransi cenderung mencari stabilitas dan menghindari risiko tinggi untuk memastikan ketersediaan dana dalam menanggapi klaim tertanggung dan menjaga stabilitas keuangan perusahaan,” kata President & CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra kepada Bisnis, Minggu (6/7/2023).
Kendati demikian, Guntur mengatakan dalam berinvestasi pada instrumen pada dasarnya pasti ada aspek risikonya, meskipun investasi pada obligasi dan SBN lebih stabil dibandingkan dengan beberapa instrumen investasi lainnya, tidak ada investasi yang sepenuhnya bebas dari risiko.
Dia menyebut perusahaan asuransi pun harus tetap waspada terhadap fluktuasi pasar dan risiko perubahan suku bunga yang dapat mempengaruhi nilai dari investasi mereka.
Secara karakter untuk perusahaan asuransi sangat penting untuk bisa memastikan asset liability matching (ALM) yang optimal dan sesuai, dan strategi investasi ideal untuk perusahaan asuransi umumnya harus seimbang antara mencari tingkat pengembalian yang wajar untuk memastikan pertumbuhan portofolio investasi, serta mengelola risiko secara efektif.
“Strategi ini dapat mencakup diversifikasi investasi dengan memasukkan instrumen keuangan lainnya seperti saham, real estate dan produk investasi lain yang sesuai dengan profil risiko perusahaan,” ungkap Guntur.
Dengan cara ini, lanjut Guntur, perusahaan asuransi dapat mencapai tingkat pengembalian yang lebih baik sambil tetap memitigasi risiko yang terkait dengan fluktuasi pasar.
“Penting juga bagi perusahaan asuransi untuk memiliki tim ahli yang memahami pasar keuangan dan risiko investasi untuk membantu mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola portofolio investasi mereka,” tuturnya.