Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyaluran Kredit Bank BJB Mulai Menanjak

Penyaluran kredit Bank BJB (BJBR) menunjukkan tren positif mulai Juni 2023.
Nasabah melakukan transaksi menggunakan ATM Bank BJB di Bogor, Jawa Barat, Minggu (3/7/2022)./Bisnis - Himawan L Nugraha
Nasabah melakukan transaksi menggunakan ATM Bank BJB di Bogor, Jawa Barat, Minggu (3/7/2022)./Bisnis - Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau Bank BJB (BJBR) mencatat tren pertumbuhan kredit sudah terlihat sejak periode Juni 2023. Insentif tambahan pun diperlukan untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih kencang hingga akhir tahun. 

Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menuturkan pertumbuhan ini sejalan dengan data Bank Indonesia yang mencatat kredit perbankan pada Juli menyentuh 8,54 persen meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 7,76 persen (yoy) didorong oleh permintaan dari korporasi dan perorangan.

“Angka [pertumbuhan kredit BJB] naik yang sebelumnya tumbuh 9 persen pada Mei 2023, menjadi tumbuh 9,7 persen yoy pada Juni 2023. Demikian juga pada segmen korporasi yang tumbuh 14,5 persen yoy dibandingkan bulan sebelumnya yg tumbuh 6,4 persen,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (28/8/2023)

Lebih lanjut, dirinya menuturkan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) dapat berkontribusi pada pertumbuhan kredit. 

“Sisanya bagaimana bank dapat menggarap sektor sektor potensial yang ada dan menjaga kualitas penyalurannya dengan baik," ungkapnya.

Pada kesempatan terpisah, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyatakan pertumbuhan kredit dapat memberi harapan bahwa pertumbuhan ekonomi indonesia masih terjaga baik di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tren kenaikan suku bunga global. 

“Insentif perlu terus dilakukan untuk menjaga momentum kenaikan kredit terutama utk sektor produktif seperti insentif pajak dan untuk perbankan sendiri seperti insentif manajemen risiko seperti subsidi asuransi kredit sehingga bank dapat lebih yakin dalam menyakurkan kredit produktif,” ucapnya.

Sebagai informasi Bank Indonesia (BI) memang sedang menajamkan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial kepada bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan ke sektor yang memiliki daya ungkit tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pada kebijakan sebelumnya yang berlaku mulai 1 April 2023, besaran total insentif diberikan maksimal 2,8 persen kepada bank yang menyalurkan kredit ke 46 sektor prioritas, sektor inklusif, dan pembiayaan hijau. 

Kini, berdasarkan kebijakan terbaru yang bakal berlaku mulai 1 Oktober 2023, maksimal besaran insentif yang dapat diterima bank dinaikkan menjadi 4 persen, dengan penyaluran kredit ke sektor hilirisasi, perumahan, pariwisata, inklusif, dan sektor ekonomi keuangan hijau. 

Berdasarkan perhitungan BI, penajaman insentif tersebut akan menambah sekitar 0,6 hingga 0,7 persen ke pertumbuhan kredit perbankan. 

Pertama, insentif paling besar 2 persen untuk sektor hilirisasi minerba, hilirisasi nonminerba paling tinggi 0,8 persen, perumahan paling tinggi 0,6 persen, dan pariwisata paling tinggi 0,3 persen. 

Kedua, insentif kepada bank penyalur kredit inklusif yang dinaikkan menjadi 1,5 persen, dengan rincian 1 persen untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5 persen untuk penyaluran kredit ultra mikro (Umi). 

Ketiga, insentif terhadap penyaluran kredit hijau ditetapkan menjadi paling besar 0,5 persen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper