Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Macet dan Ramalan Bisnis Pinjol di Semester II/2023

Saat bisnis pinjol meningkat, secara beriringan kredit macet dalam industri ini juga melonjak.
Ilustrasi pinjaman online./Bisnis - Alibir
Ilustrasi pinjaman online./Bisnis - Alibir

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pinjaman oleh industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) melanjutkan peningkatan di awal semester II/2023. Posisinya meningkat menjadi Rp55,97 triliun pada Juli 2023. Pembiayaan tersebut merangkak naik 22,41 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya hanya mencapai Rp45,73 triliun.

"Pertumbuhan outstanding pembiayaan di Juli 2023 meningkat menjadi 22,41 persen," kata Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dalam paparan OJK awal pekan ini (5/9/2023)

Namun, pada saat yang sama dia mengungkap tingkat kredit macet atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) meningkat menjadi 3,47 persen pada Juli 2023 berbanding 3,29 persen pada bulan sebelumnya.

Data Statistik P2P Lending edisi Juli 2023 yang dipublikasikan OJK pada Jumat (1/9/2023) menunjukkan kredit macet lebih dari 90 hari meningkat 59,42 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp1,22 triliun pada Juli 2022 menjadi Rp1,94 triliun pada periode yang sama tahun ini.

Kredit macet di atas 90 hari itu didominasi oleh kalangan perseorangan yang mencapai Rp1,51 triliun. Di mana, usia 19–34 tahun masih menempati pinjaman macet lebih dari 90 hari tertinggi yang menembus Rp782,16 miliar atau naik 2,23 persen yoy dari sebelumnya Rp765,11 miliar.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan tren pembiayaan oleh fintech P2P lending pada semester II/2023 diramal akan masih tumbuh. Namun demikian, Bhima memproyeksikan trennya tidak setinggi seperti yang terjadi pada semester I tahun ini.

“Waktu itu [semester I/2023] ada efek pasca pandemi, kebutuhan belanja dan modal kerja naik jadi permintaan fintech lending ikut naik,” kata Bhima kepada Bisnis, awal pekan ini (4/9/2023).

Selain itu, Bhima menuturkan bahwa pada semester I/2023, juga terdapat efek lebaran dan dampak dari tekanan lapangan kerja banyak yang mencari alternatif pinjaman online. Hal itu berdampak pada derasnya kucuran pinjaman yang diberikan fintech lending.

Di samping itu, sebagian juga karena merasakan kecemasan jika kehilangan momen alias fear of missing out (FOMO) dan ikut mencoba meminjam pendanaan di pinjol di awal tahun ini.

“Sementara kondisi semester II akan berbeda. Informasi soal kehati-hatian meminjam secara online mulai berpengaruh ke calon borrower,” ungkapnya.

Bhima menuturkan calon peminjam juga semakin teredukasi sehingga banyak yang lebih menyadari akan risiko meminjam ke fintech.

“Khawatir kalau pencairan fintech nya dipaksa naik kredit macetnya akan terus melonjak. Sebaiknya fokus dulu penyelenggara fintech ke kualitas pinjaman,” ujarnya.

Adapun untuk proyeksi di awal semester tahun depan, Bhima mengatakan masih terlalu awam untuk memproyeksi tren pembiayaan oleh pemain fintech.

“Ini masih belum bisa diproyeksi karena ada momen pemilu, tapi harga komoditas turun jadi banyak bad debt di fintech terutama area luar Jawa, kemudian ada perubahan aturan ojk mungkin jadi lebih ketat pengawasan ke fintech,” pungkasnya.

KINERJA MEMBAIK

Dalam perkembangan lain, industri fintech P2P lending membukukan laba bersih senilai Rp424,14 miliar pada Juli 2023. Raihan laba ini terpantau membaik dibandingkan kondisi Juli tahun lalu yang masih menanggung rugi bersih senilai Rp145,65 miliar.

Laba tersebut berasal dari total pendapatan operasional yang mencapai Rp6,7 triliun atau meningkat 45,13 persen dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp4,62 triliun.

Jika kembali ditelusuri, salah satunya ditopang oleh pos pendapatan atas pengembalian pinjaman yang tumbuh 52,08 persen yoy. Posisinya meningkat dari Rp3,69 triliun pada posisi Juli 2022 menjadi Rp5,62 triliun pada periode yang sama 2023.

Sementara itu, OJK juga mencatat peningkatan terhadap total beban operasional yang ditanggung sebesar 26,57 persen yoy menjadi Rp5,94 triliun dari Juli 2022 yang hanya menanggung Rp4,69 triliun.

Sampai dengan Juli 2023, OJK mencatat terdapat 102 penyelenggara fintech lending yang terdiri dari 95 pemain konvensional dan 7 pemain fintech P2P lending dari syariah.

Pada Juli 2023, industri fintech P2P lending membukukan total aset senilai Rp7,06 triliun atau naik 44,64 persen dari periode yang sama tahun lalu bernilai Rp4,88 triliun.

Selanjutnya, total ekuitas industri ini mencapai Rp3,39 triliun dengan total liabilitas yang ditanggung senilai Rp3,66 triliun pada Juli 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper