Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah perbankan terus berupaya mengelola rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM) untuk menjaga pertumbuhan laba.
NIM adalah rasio perbankan memperoleh pendapatan dari setiap rupiah kredit yang dikucurkan. Tercatat NIM masih menjadi indikator utama perbankan meraih profitabilitas. Meski demikian, saat ini seiring makin kompleksnya bisnis perbankan, pendapatan non bunga juga terus membesar.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pada Juni 2023, NIM perbankan berada di level 4,90 persen, naik 12 basis poin (bps) dari yang sebelumnya 4,78 persen pada Juni 2022. Meski tahunan mengalami kenaikan, saat ini NIM perbankan sepanjang tahun berjalan tengah bergeraka mundur.
Tercatat NIM menyenuth level 4,97 persen pada Januari, lalu bergerak 4,81 pada Februari, dilanjutkan menjadi 4,86 persen pada Maret dan April, kemudian ditutup di level 4,88 persen pada Mei 2023. Lalu kembali naik pada Juni.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Hera F. Haryn menyebut NIM yang dibukukan pihaknua sebesar 5,6 persen per semester I/2023 tidak lepas dari peningkatan volume kredit terutama kepada segmen portofolio kredit yang memberikan imbal hasil lebih tinggi.
Meski begitu, dia mengatakan NIM bukan merupakan suatu target bagi BCA, namun merupakan refleksi dari berbagai faktor, antara lain pergerakan suku bunga pasar dan peningkatan portofolio kredit.
Baca Juga
“Secara kuartalan (QoQ), NIM turun tipis seiring dengan sedikit lebih tingginya cost of funds, namun tetap di kisaran yang masih relatif terjaga,” ujarnya pada Bisnis saat dihubungi Jumat (8/9/2023).
Lebih lanjut, dia menambahkan NIM hanya salah satu komponen dari profitabilitas. Adapun komponen lainnya antara lain pendapatan non bunga, biaya operasional, dan biaya provisi kredit. Menurutnya, untuk pelihat profitabilitas sektor perbankan, perlu melihat secara keseluruhan dari segala sisi.
Sebagai informasi, BCA dan entitas anak membukukan peningkatan total kredit yang solid baik secara kuartalan (QoQ) maupun tahunan (YoY). Pertumbuhan kredit terjadi di seluruh segmen, baik kredit untuk bisnis maupun konsumsi.
Total kredit BCA naik 9 persen YoY menjadi Rp735,9 triliun di Juni 2023. Kontributor terbesar bagi pertumbuhan total kredit BCA berasal dari sektor pembiayaan konsumen, properti dan konstruksi, serta infrastruktur sarana angkutan.
“Mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan inflasi yang terkendali, serta ditopang oleh likuiditas yang memadai, kami optimistis dapat menjaga pertumbuhan kredit berkualitas secara berkelanjutan. BCA berharap pertumbuhan kredit akan tumbuh di kisaran 10 persen hingga 12 persen pada tahun ini,” katanya.
Berbeda dengan BCA, NIM di CIMB Niaga mengalami penurunan 11 basis poin (bps) menjadi 4,52 persen pada Juni 2023 dari 4,63 persen pada Juni 2022.
Bahkan, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan NIM perbankan akan turun tipis hingga akhir tahun.
“Kami rasa full year di akhir tahun secara yoy NIM akan turun sedikit, melihat bahwa cost of fund juga masih tinggi. Belum ada penurunan BI rate. Sedangkan bank tidak bisa sepenuhnya menaikkan suku bunga loan,” ucapnya pada Bisnis.
Sebagai informasi, tren NIM CIMB Niaga memang bergerak secara fluktuatif. Berdasarkan analyst meeting semester I/2023, jika pada kuartal II/2022 NIM berada di posisi 4,63 persen, lalu pada kuartal III/2022 NIM bergerak ke 4,77 persen hingga menjadi 4,90 persen pada kuartal IV/2022. Namun, kuartal I/2023 mengalami perunan, yakni 4,71 persen dan ditutup pada kuartal II/2023 menjadi 4,52 persen.
Sementara itu, bank kecil atau kelompok bank dengan modal inti (KBMI) I seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) sudah mempersiapkan strategi guna menjaga NIM di level yang aman.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan dari Januari 2023 sampai akhir bulan Agustus 2023, NIM Bank Oke selalu di atas 5 persen.
“Untuk menjaga NIM pada level ini ada beberap hal yang bisa dilakukan, pertama tentu saja dengan menekan biaya dana dengan meningkatkan pertumbuhan dana murah alias CASA, karena tidak mungkin menaikan suku bunga kredit yang diberikan. Saat ini DPK kami masih di dominasi oleh deposito, oleh karena itu kami berusaha meningkatkan porsi CASA dari total DPK,” paparnya pada Bisnis.
Hal lain yang pihaknya lakukan adalah dengan meningkatkan pertumbuhan kredit konsumsi yang secara umum tingkat suku bunganya lebih tinggi apabila dibandingkan kredit produktif. Sebagai informasi, NIM Bank Oke mengalami penurunan. Di mana, pada Juni 2023 tercatat berada di level 5,74 persen, turun tipis 7 bps dari 5,81 persen pada Juni 2022. Sebelumnya.
PT Bank Permata Tbk. alias Permata Bank (BNLI) berupaya mempertahankan rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perusahaan di level terbaik usai Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen delapan kali berturut-turut hingga Agustus 2023.
Direktur Utama PermataBank Meliza M. Rusli mengatakan akan menjaga keseimbangan komposisi aset dan dana pihak ketiga sesuai dengan prioritas strategi bank yang mengedepankan ekosistem grup bisnis dan juga deposit serta wealth management franchise.
“Iklim perekonomian global yang masih belum kondusif tentunya akan menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan spesifik bank seperti pangsa pasar, jangkauan layanan perbankan, hal-hal prioritas yang ingin dicapai,” ujarnya pada Bisnis melalui keterangan tertulis, Senin (28/8/2023).
Tercatat, rasio NIM BNLI tercatat sebesar 4,47 persen pada semester I/2023, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,02 persen.
Adapun, PT Bank BTPN Tbk. juga terus berupaya mengurangi sumber pendanaan berbiaya tinggi untuk menjaga rasio margin bunga bersih (net interest margin/NIM) dan pendapatan bunga bersih, seiring dengan keputusan rapat dewan gubernur Bank Indonesia mempertahankan suku bunga di level 5,75 persen.
Direktur Keuangan Bank BTPN Hanna Tantani menyebut pihaknya terus menggenjot dana murah alias Current Account Savings Account (CASA) dan mengurangi pendanaan dengan interest rate yang lebih tinggi, seperti term deposit dan borrowing, sembari terus mengoptimalkan jumlah pendanaan untuk mendukung pertumbuhan kredit.
“Hal ini juga dapat terlihat dari sisi cost of fund yang akan kami jaga. Tak hanya itu, kami pun meneruskan upaya untuk menambah produk-produk dan layanan nasabah, seperti retail bond, dan produk reksa dana & bancassurance untuk segmen wealth management,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (1/9/2023). Lebih lanjut, dia menyebut rencana Bank BTPN ke depannya adalah dengan menambah fitur-fitur baru Jenius, seperti Jenius Paylater, scan QRIS lewat jalur cepat di aplikasi Jenius hingga meningkatkan ekosistem Jenius dengan penambahan mitra dan pengembangan di aplikasi TOUCHBIZ di segmen usaha kecil menengah.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyebut sejumlah faktor utama yang mempengaruhi Net Interest Margin (NIM) adalah Cost Of Fund, efisiensi biaya dan pricing pap, antara selisih dana pihak ketiga (DPK) dan lending.“Jadi jika NIM 2023, bulan ini secara YtD tinggi, kemungkinan Bank bisa mempertahankan tingkat suku bunga, bermain di kredit dengan yield tinggi dan atau proses bisnis yg secara umum lebih efisien dengan pemanfaatan teknologi di setiap unit/digitalisasi proses A-Z nya, sehingga NIM bisa naik quite good,” kata Amin pada Bisnis. Dia pun memproyeksikan untuk sampai akhir tahun atau YoY, NIM akan melandai, bahkan ada kecenderungan turun.
Namun, dia menegaskan jika mengalami penurunan pun tidak banyak, menurutnya semua tergantung, suku bunga The Fed, suku bunga BI, inflasi dan makro ekonomi secara umum, yakni pertumbuhan ekonomi dan inflasi serta kemampuan bank menjaga likuiditas dan Cost of Fund serta pricing gap dalam merespon perubahan-perubahan tersebut.Di sisi lain Executive Director Segara Research Institute Piter Abdullah Bank menilai bahwa penurunan NIM (Net Interest Margin) dalam jangka pendek tidak selalu harus dianggap sebagai penurunan.
Bahkan, dia menilai perlambatan NIM ini hanya merupakan bagian dari dinamika industri perbankan. Pasalnya, beberapa debitur mungkin memerlukan suku bunga yang lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan mereka, sementara yang lain mungkin harus dikenakan suku bunga yang lebih tinggi. Ini disebabkan oleh dinamika pasar dan kebutuhan individu dalam segmen kredit yang beragam.
“Misalnya bank-bank kecil yang justru menaikkan suku bunga deposito, karena mereka harus bersaing mendapatkan dana, sehingga pada periode tersebut NIM perbankan secara agregat bisa menyempit, karena disebabkan perilaku bank-bank tertentu di industri,” ucapnya pada Bisnis. Terakhir, Piter memproyeksikan NIM tidak akan mengalami penyempitan. “Tidak akan banyak berubah, [NIM] masih akan tetap lebar, belum ada peluang NIM menyempit, dalam artian suku bunga kredit turun, ini kan tren suku bunga naik, di sisi lain bank masih dalam proses terutama bank besar likuiditas yang berlimpah, ya artinya peluang NIM menyempit kecil sekali. Walaupun tidak melebar, berharap NIM menyempit itu kecil sekali,” ucapnya.