Bisnis.com, JAKARTA — Biaya medis di Tanah Air tercatat terus menanjak dalam beberapa tahun terakhir. Untuk itu, perlu disiapkan sejumlah langkah manajemen keuangan agar tidak membebani.
Certified Financial Planner dan Founder Daya Uang Metta Anggriani mengatakan masyarakat pun harus menerapkan manajamen risiko untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan seiring kenaikan biaya kesehatan.
Salah satunya adalah mengalokasikan anggaran untuk asuransi dan gaya hidup sehat. Selain menjadi peserta jaminan kesehatan secara aktif melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Metta juga menyarankan perlunya proteksi tambahan dengan asuransi kesehatan.
“50 persen itu untuk kebutuhan pokok, asuransi, 30 persen keinginan, dan 20 persen dapat ditabung supaya sustainable ke depan. Ini yang idealnya, tapi sebenarnya menyesuaikan karena single dan yang memiliki anak pastinya berbeda. Porsi keuangan dengan gaji Rp10 juta dan Rp50 juta juga berbeda lagi,” papar Metta di Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Sebagai gambaran dalam Survei Mercer Marsh Benefits (MMB) 2021-2023 tentang Estimated Medical Trend Summary, tercatat peningkatan inflasi medis di Indonesia mencapai 13,6 persen pada 2023. Angka tersebut mendaki dari tahun sebelumnya yakni sebesar 12,3 persen. Tingkat inflasi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan proyeksi Asia di angka 11,5 persen.
Tidak hanya sampai disitu, dia juga menyarankan supaya masyarakat memiliki dana darurat karena risiko bisa terjadi kapan pun. Selain itu, perlu melakukan mitigasi risiko yang sifatnya medical checkup dan finansial check up secara berkala.
Baca Juga
Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang berpraktek di RS Premier Bintaro Ariska Sinaga menduga mengatakan biaya kesehatan meningkat seiring keberanian masyarakat ke rumah sakit setelah terkendalinya pandemi Virus Corona (Covid-19). Menurutnya pasca pandemi, semakin banyak orang yang justru mencari pengobatan.
“Selama pandemi terbatas karena aksesnya sulit, harus diswab dulu atau misalnya belum vaksin. Ada juga yang beranggapan rumah sakit justru sumber virus jadi enggak berani datang [berobat],” tutur Ariska dalam Media Workshop yang digelar Allianz Indonesia secara virtual, Rabu (13/9/2023).
Tidak hanya itu, kebiasaan selama pandemi Covid-19 menurutnya dapat memunculkan beberapa kondisi penyakit. Seperti halnya obesitas, karena terlalu sering memesan makanan secara online tetapi jarang berolahraga.
Ariska mengatakan masyarakat juga cenderung menunda pengobatan saat pandemi. Hal tersebut pun menyebabkan komplikasi penyakit lebih banyak dan biaya perawatannya pun semakin tinggi.
“Jadi lebih kompleks datangnya [saat berobat ke dokter]. Bahkan menurut penelitian peningkatan penyakit kronis meningkat dari tahun ke tahun, usia muda 20 tahun saya temui sudah mengidap diabetes,” tuturnya.
Tingginya tingkat risiko kesehatan tersebut juga tidak dibarengi dengan kesiapan masyarakat. Tak sedikit dari mereka yang masih menggunakan pengeluaran pribadi untuk membayar biaya pengobatan.
Di sisi lain, Chief Product Officer Allianz Life Indonesia Himawan Purnama mengungkapkan bahwa perusahaan asuransi ikut terdampak dengan tingginya tingkat inflasi kesehatan yang berpengaruh pada biaya medis.
Hal tersebut menyebabkan meningkatkan pembayaran klaim sehingga perusahaan harus melakukan penyesuaian biaya atau repricing.
“Berbicara mengenai biaya asuransi erat dengan biaya kesehatan. Apabila kenaikan inflasi kesehatan menjadi 13 persen tahun ini, kenaikan biaya kesehatan juga bisa disebut mencapai 13 persen,” katanya.
Himawan mengatakan biaya asuransi juga dipengaruhi oleh perilaku masyarakat ataupun kondisi kesehatan pada umumnya. Misalnya saja biaya medisnya tetap tetapi nasabah yang jatuh sakit lebih banyak maka akan meningkatkan total biaya klaim asuransi.
“Ini kan artinya apabila biaya rumah sakitnya tetap pun tapi biaya klaimnya meningkat karena gaya hidup. Itu akan mempengaruhi biaya asuransi, seperti waktu polusi udara kemarin klaim ISPA meningkat,” jelasnya.
Meskipun demikian, Himawan menyebut tidak ada kata terlambat untuk memiliki asuransi kesehatan. Selagi muda dan masih sehat akan lebih baik untuk membeli polis asuransi lantaran premi yang dibayarkan pun akan lebih ringan.
Selain itu, Himawan mengatakan calon nasabah juga perlu jujur dan rinci dalam mengisi Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ) agar tidak terjadi kendala kedepannya saat melakukan klaim.