Bisnis.com, JAKARTA - Gejolak ekonomi global hingga tren suku bunga tinggi tahun ini memberi tantangan kepada kondisi likuiditas perbankan. Sejumlah bank jumbo seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) terus berupaya mengelola likuiditas agar optimal.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan dalam situasi inflasi yang tinggi, bank sentral melakukan pengetatan likuiditas pasar, artinya likuiditas akan mengetat. "Akan tetapi likuiditas kita masih terkelola dengan baik," kata Sunarso dalam Media Gathering pada beberapa waktu lalu.
BRI sendiri mencatatkan rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR) di level 87,26 persen per Juni 2023. Angkanya turun dibandingkan posisi Juni 2022 di level 88,45 persen.
LDR menunjukkan kondisi atau tingkat likuiditas suatu bank. Semakin tinggi LDR bank, maka semakin ketat likuditasnya. Sebaliknya, semakin kecil LDR, maka semakin longgar likuiditas bank.
Sunarso mengungkapkan bahwa kondisi LDR BRI ada pada level aman, namun belum optimal.
Baca Juga
"Kalau ditanya likuiditas, saya jawab sangat aman. Tapi dari sisi optimal, saya bilang belum optimal. Karena apa? LDR yang optimal itu berkisar 90 persen hingga 92 persen," ujar Sunarso.
Maka, guna meningkatkan rasio LDR, bank menurutnya perlu menggenjot penyaluran kredit. Menurutnya, perlu didorong lagi untuk menyalurkan kredit hingga LDR di level 90 persen.
"Artinya enggak ada isu likuiditas, yang ada adalah bahwa kita perlu tumbuh dan menjaga kualitas," tutur Sunarso.
Berkaca kepada LDR bank jumbo lainnya, likuiditas terjadi melonggar, ada pula yang mengetat pada pertengahan tahun ini. Bank Mandiri mencatatkan LDR di level 85,68 persen pada Juni 2023, naik dari posisi Juni 2022 sebesar 84,79 persen.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan tahun ini bank mempertimbangkan proyeksi bahwa penyaluran kredit akan meningkat seiring dengan kondisi bisnis dan perekonomian yang terus tumbuh.
"Bank Mandiri pun akan terus mengkaji serta memonitor kecukupan likuiditas dari waktu ke waktu secara prudent dan optimal," kata Rudi.
Sementara, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi bank jumbo yang paling longgar likuiditasnya. BCA mencatatkan LDR di level 65,75 persen pada Juni 2023, naik dari posisi 63,47 persen pada Juni 2022.
Selain itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan LDR di level 85,1 persen pada Juni 2023, turun dari posisi 90,1 persen pada Juni 2022.
Laporan LPS dan OJK
Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menyebutkan bahwa likuiditas akan menjadi tantangan perbankan pada tahun ini di tengah tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang tinggi. Sebab, pertumbuhan kredit diperkirakan masih meningkat secara bertahap sejalan pemulihan aktivitas bisnis masyarakat, sementara DPK masih akan tumbuh dengan laju lebih lambat.
"Berlanjutnya peningkatan permintaan kredit akan menjadi tantangan bagi bank dalam mengelola likuiditasnya sekaligus tetap menjaga pertumbuhan kredit yang sehat," tulis LPS berdasarkan laporannya.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kondisi likuiditas perbankan setidaknya pada Juli 2023 tetap terjaga dan mampu memacu kredit hingga akhir tahun ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan sejumlah rasio likuiditas memang menunjukkan penurunan. Alat likuid per non core deposit (AL/NCD) misalnya turun ke level 118,37 persen pada Juli 2023 dibandingkan 124,54 persen pada Juli 2022. Secara bulanan juga turun, di mana AL/NCD pada Juni 2023 di level 119,05 persen.
Alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) juga tercatat turun ke level 26,57 persen, dibandingkan 27,92 persen pada Juli 2022 dan 26,73 pada Juni 2023.
Meski begitu, menurut Dian, likuiditas perbankan itu masih memadai.
"Likuditas pada level memadai dengan rasio terjaga. AL/NCD dan AL/DPK masing-masih turun, tapi masih jauh di atas trashold," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada beberap waktu lalu.
Kondisi likuiditas itu pun dinilai mampu mendongkrak penyaluran kredit perbankan hingga akhir tahun ini. Adapun, kredit perbankan telah mencapai Rp6.686 triliun pada Juli 2023, naik 8,54 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
"Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit investasi," kata Dian.
Sementara DPK bank mencapai Rp8.064 triliun pada Juli 2023, naik 6,62 persen yoy. Pertumbuhan tertinggi DPK terjadi pada giro.