Bisnis.com, JAKARTA — Platform pinjaman online PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) menjelaskan penyebab biaya layanan yang diberikan perusahaan lebih tinggi dibandingkan pinjaman pokok kepada peminjam.
Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega mengatakan salah satu faktor utama tingginya biaya layanan AdaKami karena tingginya persentase biaya asuransi.
Pria yang akrab disapa Dino itu menjelaskan bahwa ketentuan asuransi tertuang di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
“Yang jelas, itu di ketentuan POJK 10, setiap nasabah harus diasuransikan,” kata Dino dalam konferensi pers AdaKami di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Jika melihat POJK 10/2022, tepatnya Bagian Kelima terkait Manajemen Risiko oleh Penyelenggara, tepatnya pada Pasal 35 ayat (3) dan ayat (4) huruf (e), disebutkan bahwa penyelenggara wajib memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna, salah satunya memfasilitasi pengalihan risiko atas objek jaminan, jika ada objek jaminan.
Dijelaskan dalam beleid tersebut, yang dimaksud dengan pengalihan risiko atas objek jaminan adalah mengasuransikan objek jaminan.
Baca Juga
Masih mengacu aturan di atas, mitigasi risiko lain yang dapat dilakukan oleh penyelenggara antara lain ketika terdapat agunan dalam perjanjian pendanaan antara pemberi dana dan penerima dana, penyelenggara melakukan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki kewenangan untuk menampung atau menyimpan objek jaminan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dino menjelaskan bahwa persentase biaya layanan AdaKami terdiri dari biaya teknologi, asuransi, hingga biaya operasional.
“Yang jelas, yang harus ada di sana adalah biaya asuransi. Jadi setiap nasabah yang meminjam harus diasuransikan, ini kadang-kadang tinggi karena ini kan nggak ada jaminan ke masyarakat yang underserved dan unbankable,” jelasnya.
Dino menambahkan bahwa tingkat biaya ini disesuaikan dengan produk yang ditawarkan AdaKami. “Kebanyakan di beberapa produk kami, biaya asuransi merupakan biaya yang tertinggi,” imbuhnya.
Hadir pada kesempatan yang sama, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan bahwa batas pinjaman di pinjaman online (pinjol) berdasarkan kode etik AFPI adalah sebesar 0,4 persen.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko menekankan bahwa batas biaya pinjaman ini bukanlah batas bunga.
Sunu menjelaskan bahwa istilah biaya pinjaman yang digunakan karena asosiasi memahami struktur biaya di platform fintech P2P lending.
“Yang pasti tentu saja bunga dari pemberi pinjaman, ada biaya administrasi, biaya teknologi, biaya layanan, biaya teknologi, biaya risk management, serta asuransi,” jelas Sunu.
Semua biaya tersebut, kata Sunu, AFPI memberikan batas yang dibayar oleh peminjam tidak boleh lebih dari 0,4 persen per hari.
“Karena ada juga platform dengan biaya bunga yang rendah, tapi biaya layanan tinggi. Ada juga biaya bunga tinggi, tapi biaya lainnya rendah,” terangnya.
Sunu menyampaikan bahwa AFPI juga selalu melakukan monitoring terhadap seluruh anggota di setiap platform. “Kami cek ada pelanggaran atau tidak. Kalau ada pelanggaran, kami akan memberitahukan langsung ke platform terkait,” tandas Sunu.