Bisnis.com, JAKARTA— R (61) tak pernah menyangka dirinya akan terlilit utang pinjaman online (pinjol). Pria asal Yogyakarta yang merupakan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah menunggak pinjaman dari perusahaan online.
R mengaku awalnya ragu-ragu untuk mengunduh aplikasi pinjol atau fintech peer to peer (P2P) lending milik PT Pembiayaan Digital Indonesia, AdaKami. Berhasil mengunduh, dia urung mengajukan pinjaman karena masih ragu. Dua hari berselang, R pun mendapatkan panggilan dari customer service (CS) AdaKami.
“Saya diitelpon CS namanya Arneta,” kata R kepada Bisnis, Selasa (10/10/2023).
Setelah mendapatkan dorongan dari panggilan tersebut, R pun mengajukan pinjaman sebanyak Rp6,6 juta. Cicilan pertama yang harus dibayarkan mencapai Rp1,93 juta. Kondisi menunggak, dia kemudian harus diminta membayar hampir dua kali lipatnya yakni Rp11,58 juta.
Dia mengaku menggunakan pinjaman tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagai pensiunan, R mengaku biasanya mencari tambahan penghasilan dari bekerja menjadi mediator untuk orang yang ingin mencari tanah, tetapi belakangan ini sepi.
Baca Juga
Atas tunggakan ini, dia pun mengaku tetap ingin membayar utangnya tersebut. Namun dia berharap masyarakat bisa lebih berhati-hati sebelum melakukan pinjaman. Dengan demikian, tidak terjerat utang pinjol yang menunggak.
“Pada intinya saya punya pinjaman mau saya lunasi. Enggak banyak juga, tapi kasihan juga yang besar-besar. Sama tadi itu biaya lainnya kok ada tiap pembayaran, enggak hanya diawal,” ungkapnya.
R mengatakan dirinya sudah mencoba menyurati Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menceritakan pengalaman yang dialaminya itu. Namun belum mendapatkan respon dari asosiasi yang menaungi AdaKami itu.
Dia juga bersurat kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang saat ini tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan pengaturan bunga pinjol oleh AFPI.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama AdaKami Bernardino M. Vega mengatakan panggilan CS setelah nasabah masuk ke sistem memang sudah sesuai prosedur perusahaan. Namun CS tidak diperkenankan untuk memaksa calon nasabah melakukan pinjaman, lantaran sifatnya hanya penawaran karena telah mendaftar.
“Kalau tidak berkenan sebaiknya ditolak saja, enggak apa-apa,” kata Dino saat dikonfirmasi Bisnis, Rabu (11/10/2023).
Dino juga menyarankan calon nasabah untuk tidak melakukan pinjaman apabila merasa bunga yang ditawarkan tinggi. “Itu hak pelanggan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar mengatakan pihaknya akan memproses surat yang dikirimkan oleh nasabah tersebut.
“Akan kami proses investigasi,” katanya saat dihubungi, Selasa (10/10/2023).
Entjik juga mengatakan pihaknya akan membicarakan masalah terkait dengan bunga kepada AdaKami. Menurutnya apabila nasabah keberatan dengan bunga yang diajukan seharusnya dapat didiskusikan sengan platform yang bersangkutan.
AdaKami memang telah menjadi sorotan beberapa belakangan ini. Hal tersebut lantaran viral kasus dugaan nasabah yang bunuh diri lantaran kena teror Desk Collection (DC). Namun pihak AdaKami mengaku tak mendapatkan informasi pasti terkait dengan korban yang dimaksud, meskipun sudah melakukan investigasi.
Selain itu, terkait biaya layanan juga menjadi sorotan lantaran nilainya tinggi. Platform memastikan biaya-biaya tersebut sudah sesuai ketentuan yakni tidak lebih 0,4 persen per hari. Sedangkan total yang harus dibayar nasabah tidak lebih dari 100 persen pokok pinjaman.
Buntut kasus viral, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan pun memberikan sanksi berupa surat peringatan (SP) kepada AdaKami.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman mengatakan pemberian surat peringatan tersebut ditujukan karena DC atau tim penagih AdaKami telah melakukan penagihan yang tidak sesuai ketentuan.
“OJK telah mengenakan sanksi berupa surat peringatan kepada AdaKami atas pelanggaran yang dilakukan berkenaan dengan penagihan yang tidak beretika,” ungkap Agusman dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulan September 2023 secara virtual, Senin (9/10/2023).
Selain itu, OJK juga telah memerintahkan AdaKami untuk segera melakukan investigasi mendalam dan mengindentikasi informasi terkait korban bunuh diri dan menyediakan hotline untuk menerima pengaduan dari masyarakat terkait dengan identitas korban.