Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih mengalami pelemahan dan tak beranjak dari level Rp15.700. Bagaimana dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah ini bagi perbankan?
Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (16/10/2023) pukul 15.14 WIB, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,25% atau 39 poin ke Rp15.721 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS terpantau melemah 0,13% atau 0,14 poin ke 106,51.
Mayoritas mata uang Asia juga parkir di zona merah. Ringgit Malaysia tercatat melemah 0,16%, won Korea Selatan melemah 0,28%, menyusul dolar Taiwan melemah 0,21%, rupee India cenderung stagnan, sementara yuan China melemah 0,08%.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan rupiah akan mencapai titik terlemahnya pada Oktober-November 2023, sebelum rebound dan menguat.
Menurutnya, tekanan terhadap rupiah baru berpotensi mereda pada November mendatang, setelah ada kejelasan dari arah kebijakan suku bunga acuan The Fed sudah memuncak dan terbukanya ruang pemangkasan pada 2024.
Adapun, melemahnya rupiah terjadi dalam beberapa pekan terakhir ini berdampak pada kinerja perbankan. Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah mampu menyengat bank-bank yang punya kepentingan atau portofolio bisnis luar negeri yang banyak.
Baca Juga
"Bank-bank yang terkait aktivitas treasury, trade financing, aktivitas international banking, portofolionya di valuta asing besar, ini rawan terdampak," ujarnya kepada Bisnis pada Senin (16/10/2023).
Menurutnya, rata-rata bank yang mempunyai portofolio bisnis luar negeri besar adalah bank-bank jumbo.
Meski begitu, bank-bank lainnya bisa saja terdampak. Pelemahan ini bisa menyengat sektor riil yang lekat dengan depresiasi nilai tukar rupiah.
"In the long run akan hit juga ke sektor keuangan, karena ekonomi kita itu 70% sangat tergantung ke industri jasa keuangan khususnya perbankan. Jadi bisa berdampak juga ke bank," ujarnya.
Dia mencontohkan debitur dari sektor riil yang aktif menjalankan bisnis impor, akan sulit membayar kredit perbankan saat rupiah melemah. Hal ini memengaruhi pula kondisi rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) perbankan.
Meski begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan dampak tren rupiah tak akan memengaruhi kinerja perbankan di Indonesia. Sebab, eksposur mata uang asing di bank rendah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan berdasarkan data Agustus 2023, eksposur neto untuk foreign currency di perbankan yang dilihat dari rasio posisi devisa netto (PDN) tergolong rendah, yaitu sebesar 1,72%, jauh dari threshold sebesar 20%.
Menurutnya, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa eksposur terbuka bank dalam valuta asing relatif rendah terhadap permodalan bank.
Selain itu, OJK maupun perbankan telah melakukan stress test secara rutin untuk mengetahui ketahanan perbankan baik dari sisi solvency maupun liquiditas, termasuk memperhitungkan faktor pelemahan rupiah.
"Hasilnya kondisi perbankan masih kuat dalam menghadapi pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini," ujar Dian dalam jawaban tertulis pada pekan lalu (10/10/2023).