Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penetrasi asuransi Indonesia hanya menyentuh 2,75%. Angka ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asean lainnya.
Data Asean Insurance Surveillance Report 2022 menunjukkan tingkat penetrasi asuransi di Singapura misalnya, menyentuh angka 12,5%. Lalu, Malaysia sebesar 3,8%, dan Thailand sebesar 4,6%.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menilai meski penetrasi asuransi Indonesia hanya mencapai 2,75%, dia melihat adanya tinggi ruang perbaikan di industri ini.
Menurutnya, Indonesia memiliki bonus demografi dan mempunyai peluang untuk penambahan kebutuhan produk asuransi.
“Saya rasa persoalan yang kita hadapi ini kalau boleh dikategorikan is a good problem, its not bad problem. Is a good problem karena ruang perbaikannya luar biasa besar dan potensinya bisa dikatakan tidak terbatas,” kata Mahendra dalam acara Peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Perasuransian Periode 2023–2027 di Jakarta, Senin (23/10/2023).
Oleh karena itu, Mahendra menilai perlu adanya strategi pengembangan untuk mempercepat pertumbuhan industri asuransi. Adapun, Roadmap Pengembangan dan Penguatan Asuransi 2023-2027 ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan industri asuransi.
Baca Juga
Adapun untuk mencapai perubahan, Mahendra menilai maka diperlukannya komitmen dan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri dan regulator, untuk mempercepat pertumbuhan industri asuransi.
Di sisi lain, industri asuransi di Indonesia secara konsisten menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke tahun, terbukti dengan meningkatnya premi dan aset. Namun, kontribusinya terhadap perekonomian nasional relatif stagnan.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kementerian Keuangan Arief Wibisono juga menyoroti tingkat penetrasi asuransi yang rendah di Indonesia. Menurutnya, rasio aset industri asuransi Indonesia dari PDB masih tertinggal.
Arief menyampaikan, meski aset asuransi terus tumbuh selama 8 tahun terakhir, namun kontribusi aset asuransi terhadap PDB masih tercatat kurang dari 10%.
“Data tersebut dapat mengkonfirmasi bahwa penetrasi dan densitas asuransi di Indonesia rendah jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand,” pungkasnya.