Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Lakukan Stress Test Perbankan dari Sisi Pelemahan Rupiah Hingga Harga Komoditas Turun, Intip Hasilnya!

OJK menyebutkan kondisi keuangan Indonesia stabil di tengah tingkat suku bunga AS yang diperkirakan akan tetap di level tinggi dan berlangsung lebih lama.
Warga beraktivitas dengan latar suasana gedung perkantoran di Jakarta, Rabu (2/8/2023). OJK menyebut hasil stress test perbankan menunjukkan hasil yang relatif kuat. JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga beraktivitas dengan latar suasana gedung perkantoran di Jakarta, Rabu (2/8/2023). OJK menyebut hasil stress test perbankan menunjukkan hasil yang relatif kuat. JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan melakukan stress test perbankan dan lembaga jasa keuangan terkait tekanan pada sektor perekonomian. Uji tekanan pada sistem keuangan ini meliputi sejumlah parameter seperti dampak pelemahan nilai tukar rupiah, kenaikan inflasi, lonjakan suku bunga, hingga perubahan harga komoditas seperti batu bara hingga minyak sawit (CPO).

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan secara umum, portofolio perbankan tidak banyak terpengaruh atas perubahan yang terjadi sejauh ini. Menurutnya, pada uji lonjakan nilai tukar misalnya, hanya terjadi dampak yang sangat kecil. 

"Dilihat dari kaca mata nilai tukar, portofolio perbankan secara umum tidak terpengaruh, indikatornya defisa neto tetap stabil di 1,76% dari 1,72% bulan sebelumnya. Sedangkan ambang batas 20%. [Berdasarkan] perhtungan tadi secara relatif tidak memberikan pengaruh yang besar." kata Mahendra secara daring, Senin (30/10/2023).

Dia mengatakan stress test sistem keuangan senantiasa dilakukan secara reguler oleh OJK ataupun lembaga jasa keuangan."Sehingga [hasil stress test dapat untuk] mengantisipasi [risiko dengan] baik dan tepat," katanya.

Mahendra juga menekankan tingkat suku bunga AS diperkirakan akan tetap di level tinggi dan berlangsung lebih lama dari perkiraan semula alias higher for longer hingga memanasnya tensi geopolitik masih tertopang oleh terjaganya permodalan, likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terkelola. 

“Saat ini pertumbuhan ekonomi di Eropa cenderung stagnan. Pada periode yang sama, pemulihan ekonomi di Tiongkok mencatatkan belum sesuai harapan dan masih berada di level pandemi, meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan ekonomi global,” ujarnya.

Kemudian, kenaikan yield surat utang AS telah meningkatkan tekanan outflow atau keluarnya modal dari pasar emerging markets termasuk Indonesia, dan mendorong pelemahan terutama di pasar nilai tukar mata uang dan pasar obligasi secara cukup signifikan. 

“Volatilitas di pasar keuangan, baik di pasar saham, obligasi, dan nilai tukar juga dalam tren meningkat,” ujarnya. 

Sementara itu, di perekonomian domestik, tingkat inflasi tercatat 2,28% yoy, sejalan dengan ekspektasi pasar 2,2%. 

“Namun, perlu dicermati tren kenaikan inflasi bahan makanan terutama komoditas beras dan gula di tengah potensi penurunan produksi global akibat el nino,” imbuhnya,

Secara umum, OJK mencatat daya beli masih tertekan, yang tercermin dari inflasi yang turun serta penurunan indeks kepercayaan konsumen dan kinerja penjualan ritel yang rendah. 

Terakhir, dia menyebut kinerja sektor korporasi masih baik, terlihat dari angka PMI manufaktur yang terus berada di level ekspansif dan neraca perdagangan yang mencatatkan surplus. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper