Bisnis.com, JAKARTA -- Citigroup global bakal mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada hari ini Senin (20/11/2023). Hal tersebut merupakan bagian dari rencana restrukturisasi terbesar dalam dua dekade ini. Lantas, bagaimana nasib Citi Indonesia?
CEO Citi Indonesia Batara Sianturi membenarkan bahwa Citigroup memang sedang menjalani proses restrukturisasi dan reposisi global. Meski begitu, dirinya menjamin kondisi yang terjadi di Citigroup global ini tidak berdampak signifikan di Indonesia.
“Jadi memang itu ada pengumuman beberapa repositioning dan restrukturisasi untuk global dan itu impact-nya belum begitu terasa di Indonesia,” katanya pada awak media di Jakarta, Senin (13/11/2023).
Sebaliknya, Batara menegaskan bahwa di Indonesia, Citi masih berkomitmen untuk terus tumbuh. Bahkan, dirinya yakin walau ada perubahan signifikan di tingkat global, operasi dan kinerja Citigroup di Indonesia masih tetap solid dan dapat terus berkembang.
“Kalau di Indonesia ya kami komit untuk growth. Kita lihat tidak ada dampak yang siginikan untuk Indonesia,” ungkapnya.
Adapun, pengalihan atas bisnis consumer banking Citibank N.A. Indonesia (Citi Indonesia) kepada PT Bank UOB Indonesia telah efektif berlaku sejak Sabtu, 18 November 2023.Saat ini, Citibank, N.A., Indonesia (Citi Indonesia) melakukan refocusing bisnis, di mana perusahaan akan fokus dalam bisnis Institutional Banking, usai menjual sebagian lini bisnis, yakni consumer banking kepada Bank UOB Indonesia.
Baca Juga
Batara mengatakan, ke depannya, Citibank Indonesia akan mengembangkan lini bisnis, seperti investment banking, corporate banking, commercial banking, transaction banking, market & treasury, custody hingga security services.
“Jadi akan ada dua tiga produk baru. Kami juga meluncurkan beberapa produk baru untuk global transaction banking dalam memfasilitas multinasional bisnis kami yang beroperasi di seluruh dunia, sehingga global company bisa ter-connect dan menjadi real time pada 2024,” ujarnya.
Kondisi Citigroup Global
Melansir dari Financial Times yang dikutip, Senin (20/11/2023), salah seorang sumber mengatakan, proses restrukturisasi global itu diberi nama sandi Proyek Bora-Bora. Namun demikian, proses restrukturisasi itu disebutkan masih dalam tahap awal.
Saat ini Citi disebut-sebut tengah melakukan tinjauan secara top-down terhadap struktur organisasinya. Tinjauan itu dilakukan kepada sekitar 1% karyawannya di bank tersebut, atau sekitar 2.400 pekerjaan dari total 240.000 pekerjaan. Sementara itu, PHK yang akan dilakukan dalam waktu dekat, masih belum diketahui jumlahnya.
CEO Citi Jane Fraser, yang mengumumkan restrukturisasi pada September sendiri telah mengatakan kepada stafnya bahwa bank tersebut diperkirakan menyelesaikan restrukturisasi dan mengakibatkan PHK pada akhir Maret 2024.
Fraser menyebutkan laporan langsungnya pada saat pengumuman awal, dan para eksekutif tersebut sebelumnya telah mengumumkan sekitar seratus orang yang akan menjalankan berbagai lini bisnis bank tersebut.
Pada Senin (23/11/2023), para kepala unit bisnis yang berbeda tersebut diharapkan memberi tahu staf mereka di kantor pusat Citi di New York dan di tempat lain siapa yang akan mengisi lapisan kepemimpinan berikutnya.
Salah satu sumber pun mengatakan, banyak dari orang-orang yang diberi pekerjaan pada putaran ini sudah memegang peran tersebut, meskipun beberapa posisi di bank diperkirakan akan berubah.
Bahkan, individu yang pekerjaannya dihilangkan, atau yang belum diberi peran pada tingkat manajemen mereka saat ini, akan diberikan masa transisi di mana mereka dapat melamar posisi lain di Citi.
Pada akhir periode tersebut, Citi akan memberikan rincian paket pesangon kepada karyawan yang belum diangkat ke posisi baru.
Berdasarkan laporan Reuters pada September 2023, sebelumnya, Citi sendiri telah mengumumkan rencana untuk mengurangi lapisan manajemen dari 13 menjadi delapan dalam agenda presentasi pendapatan kuartal III/2023. Di dua lapisan kepemimpinan teratas, Citi mengurangi 15% peran fungsional dan menghilangkan 60 komite.
Citi juga memberhentikan wakil kepala divisi dan peran regional, memotong 50% pelaporan manajemen keuangan internal dan memusatkan pengambilan keputusan.
Tak hanya itu, staf pendukung dalam kepatuhan dan manajemen risiko, serta staf teknologi yang bekerja pada fungsi yang tumpang tindih juga berisiko diberhentikan.