Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Ungkap Produk yang Jadi Beban Berat Asuransi Umum dan Reasuransi

OJK meyebut Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait asuransi kredit tersebut telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM
Karyawan memotret logo-logo asuransi jiwa di Jakarta, Minggu (15/10/2023). - Bisnis/Abdurachman
Karyawan memotret logo-logo asuransi jiwa di Jakarta, Minggu (15/10/2023). - Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memetakan industri asuransi umum dan reasuransi tengah mengalami tekanan akibat banyaknya klaim pada lini bisnis asuransi kredit. Klaim asuransi kredit meningkat pesat kala pandemi Covid-19 hingga saat ini.

Pada kuartal III/2023, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) bahkan mencatat klaim asuransi umum mengalami pertumbuhan sebanyak 12,2% year on year (yoy) dari Rp27,41 triliun menjadi Rp30,77 triliun. 

Peningkatan tersebut salah satunya ditopang oleh klaim asuransi kredit yang naik 21,2% yoy menjadi Rp9,82 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono pun mengakui asuransi kredit di industri asuransi umum dan reasuransi merupakan produk terbesar ketiga setelah produk asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor. 

Dengan kondisi tersebut, Ogi menyampaikan pihaknya pun berupaya untuk memperbaiki lini bisnis asuransi kredit dengan menyusun peraturan baru. 

“Saat ini OJK telah menyelesaikan penyusunan RPOJK [Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan] terkait asuransi kredit, di mana RPOJK tersebut telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM,” kata Ogi dalam jawaban tertulisnya dikutip Jumat (8/12/2023). 

Ogi mengatakan regulator telah menargetkan RPOJK tersebut dapat ditetapkan dan diundangkan pada akhir 2023. Dia juga membicarakan beberapa substansi terkait RPOJK asuransi kredit tersebut. Pertama adanya kewajiban pembagian risiko (risk sharing) antara pihak kreditur dan perusahaan asuransi masing-masing paling sedikit sebesar 25% (kreditur) dan 75% (asuransi). 

“Ketentuan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya penguatan mitigasi risiko dan peningkatan tata kelola bagi perusahaan asuransi dalam penyelenggaraan produk asuransi kredit,” kata Ogi. 

Di samping itu, lanjut dia, pihak kreditur diharapkan akan selalu mengedepankan analisa kredit secara prinsip kehati-hatian sesuai dengan prosedur penyaluran kredit yang berlaku di kreditur. 

Kedua, seluruh produk kredit perbankan baik konsumtif maupun produktif dapat dijamin melalui asuransi kredit. Adapun risiko yang dicover melalui produk asuransi kredit ini adalah risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial debitur kepada kreditur (default risk) sesuai dengan kategori macet yang berlaku di kreditur.

OJK berharap perusahaan asuransi umum dan reasuransi dapat mengimplementasikan POJK terkait asuransi kredit tersebut pada 2024. 

“Sehingga dapat terwujud perbaikan hasil underwriting dan efisiensi beban operasional pada lini bisnis asuransi kredit yang senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian serta tata kelola yang baik,” tutup Ogi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper