Bisnis.com, JAKARTA — Tren penerbitan surat utang oleh industri perusahaan pembiayaan (multifinance) alias leasing terus menanjak hingga di pengujung tahun 2023. Hal ini seiring dengan pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance yang menguat 15,42% (year-on-year/yoy) menjadi Rp458,70 triliun pada September 2023.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat penerbitan surat utang di industri multifinance selama Januari—November 2023 mampu mencapai Rp32,76 triliun. Nominal ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tahun lalu.
Economic Research Division Pefindo Ahmad Nasrudin mengungkapkan angka realisasi penerbitan surat utang multifinance untuk full year 2022 yang hanya sebesar Rp27,09 triliun.
“Dari sini, dapat kita lihat bahwa penerbitan surat utang oleh industri multifinance tumbuh 20,9%,” kata Ahmad kepada Bisnis, Senin (11/12/2023).
Jika dilihat lebih jauh, pada 2020, penerbitan surat utang multifinance hanya mencapai Rp14,36 triliun dan kembali meningkat menjadi Rp21,04 triliun pada 2021.
Peningkatan penerbitan surat utang di industri ini pun didorong oleh beberapa faktor, salah satunya bisnis multifinance yang tumbuh.
Baca Juga
Ahmad mengatakan bahwa kebutuhan untuk refinancing yang masih tinggi dan diversifikasi sumber pembiayaan adalah alasan perusahaan multifinance masih gencar menerbitkan surat utang.
“Selain itu, bunga yang kompetitif juga menjadi alasan lainnya mengapa multifinance lebih memilih menerbitkan surat utang daripada meminjam ke bank,” ujarnya.
Menengok data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2023, pembiayaan oleh multifinance tumbuh menjadi Rp458,70 triliun atau naik 15,42% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Persentase tersebut lebih tinggi daripada pertumbuhan di tahun 2022 yang sebesar 14,18% yoy.
Sebagai hasilnya, ungkap Ahmad, industri multifinance membutuhkan lebih banyak pendanaan.
Opsi yang dapat dilakukan adalah dengan mengakses pasar surat utang.
“Oleh karena itu, tidak mengherankan jika di tahun ini, meski penerbitan surat utang nasional cenderung turun, penerbitan surat utang oleh multifinance justru naik,” sambungnya.
Selain faktor bisnis yang makin moncer, Ahmad juga menyebut adanya kebutuhan refinancing.
Menurutnya, antusiasme penerbitan surat utang oleh multifinance juga didorong oleh kebutuhan untuk refinancing.
Berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Ahmad menyampaikan bahwa industri multifinance memiliki Rp23,85 triliun surat utang jatuh tempo pada tahun ini. Sebagian besar akan jatuh tempo pada kuartal II/2023 dan kuartal III/2023.
Bahkan, Ahmad mengungkapkan angka jatuh tempo tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan industri lainnya seperti bank yang hanya Rp23,34 triliun dan telekomunikasi senilai Rp13,15 triliun.
Faktor lainnya adalah diversifikasi pendanaan. Ahmad menjelaskan bahwa multifinance menggantungkan pendanaan dari pinjaman bank dan surat utang, tidak seperti bank, karena tidak bisa menghimpun dana dari masyarakat secara langsung.
“Ketika bisnis mereka tumbuh lebih tinggi, mereka juga membutuhkan lebih banyak pendanaan dengan menerbitkan surat utang,” jelasnya.
Alhasil, menerbitkan surat utang menjadi salah satu opsi multifinance untuk mendiversifikasi sumber pendanaannya, selain dengan cara meminjam kepada perbankan.
Ahmad menambahkan bunga yang kompetitif juga menjadi alasan multifinance gemar menerbitkan surat utang. Secara umum, dia menjelaskan menerbitkan surat utang relatif lebih kompetitif dibandingkan dengan pinjaman ke bank, terutama bagi multifinance dengan peringkat yang kuat.
Misalnya saja, kata Ahmad, rata-rata kupon yang ditawarkan untuk surat utang berperingkat AAA, AA, dan A untuk tenor 1 tahun masing-masing adalah 5,9%, 6,0%, dan 7,2%. Persentase tersebut lebih rendah daripada pinjaman dari bank untuk modal kerja (9,05%) dan investasi (8,82%). Sementara itu, emiten dengan peringkat di bawah itu harus menanggung kupon yang lebih tinggi.