Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan sederet ikhtiar demi menguatkan dan menyehatkan Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Pasalnya, BPR dinilai harus memiliki kontribusi besar dalam membantu perekonomian khususnya bagi masyarakat daerah.
Usai ramai kasus bank bangkrut, OJK memang terus berupaya melindungi nasabah dengan melakukan penguatan BPR dari segala aspek, demi mencegah terulangnya kasus penipuan (fraud) dan untuk mengatasi stigma buruk yang melekat pada bank ‘wong cilik’ tersebut.
Tak sampai sana, OJK bahkan memperlihatkan keseriusannya dalam memacu pertumbuhan dengan langkah-langkah konkret. Pasalnya, OJK kini tengah merancang sebuah peta jalan atau roadmap pengembangan dan penguatan bank rakyat Rencana ini diproyeksikan akan diumumkan pada bulan Februari 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan dalam dokumen tersebut, OJK akan mendorong adanya konsolidasi BPR, yang diharapkan pemain BPR makin susut dan efisien, karena BPR yang hadir di masyarakat adalah BPR yang berkualitas.
“Jadi merger tidak akan mengurangi jumlah kebutuhan BPR di satu lokasi. Tapi di satu lokasi itu persaingannya akan sehat. Ada indikator-indikator yang kita pakai cukup segini saja jumlahnya,” ujar Dian pada wawancara eksklusif Bisnis yang dikutip Rabu (3/1/2024)
Roadmap juga akan dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang telah membuka ruang bagi BPR meningkatkan modal melalui penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO).
Baca Juga
“Kita akan keluarkan ketentuan BPR kelas apa yang akan bisa listing di bursa. Klasifikasikan pasti, karena tidak semua BPR bisa listed,” tuturnya.
Selain itu, OJK juga mengarahkan BPR agar menjadi community bank layaknya bank umum lain. Dengan demikian, pelayanan nasabah lebih personal.
Tata Kelola BPR
Rencana yang dilakukan OJK tersebut pun dinilai baik oleh Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin. Dirinya menyebut dengan terbitnya aturan itu pasti bakal membuat tata kelola BPR menjadi lebih baik. Lantaran, salah satu pilarnya adalah untuk merampingkan jumlah BPR yang terlalu banyak, sehingga lebih efektif dalam pengawasan.
“Ini juga supaya persaingan bisnis di industri lebih tertata dengan baik, lebih teratur dan terkondisikan dengan lebih baik,” ucapnya pada Bisnis, Rabu (3/1/2024).
Sebagai konteks, OJK memang terus mendorong Bank Perekonomian Rakyat (BPR) melakukan konsolidasi untuk mengurangi jumlah hingga 600 pemain. Hal ini lantaran jumlah BPR sudah terlalu besar, sehingga pihaknya juga tidak akan menerbitkan izin baru untuk pendirian BPR.
Saat ini, OJK juga fokus menerapkan aturan single presence policy bagi BPR, di mana pihaknya melarang satu pihak mengendalikan lebih dari satu bank, seperti yang berlaku untuk bank umum.
Tujuan dari upaya ini adalah untuk mempercepat merger sektor BPR sebagai langkah yang lebih mudah dilakukan dan memberikan insentif yang jelas. Dengan demikian, dapat memperbaiki kinerja keuangan BPR, memungkinkan ekspansi kredit yang lebih luas, dan meningkatkan pengawasan yang lebih baik atas operasional.
Menyoal terkait sederet BPR yang tutup, Amin pun tak tutup mata. Dirinya mengatakan dua tantangan kerap menghantui kelompok bank ini.
“Dari sisi SDM kapasitas kompetensi di BPR, utamanya soal operasional bisnis perbankan harus ditingkatkan agar lebih baik, ini menjadi titik krusial yang patut dipertimbangkan,” ungkapnya.
Digitalisasi juga kerap menjadi masalah BPR. Pasalnya, kata Amin, untuk membangun ekosistem digital, keperluan modal besar menjadi hal inti yang paling dasar
Sejumlah BPR menyatakan bakal menyambut baik langkah penguatan dari sang regulator, yaitu OJK. Meski begitu, Direktur Utama BPR Hasamitra I Nyoman Supartha mengatakan untuk BPR kecil, modal dan pemakaian layanan keuangan tehnologi informasi kerap menjadi tantangan.
“Lewat peta baru yang dibuat oleh OJK agar BPR tumbuh sehat, kuat dan dipercaya masyarakat, Hasamitra sudah siap,” ucapnya pada Bisnis.
Adapun, pada 2024 ini dirinya menyebut, saat ini pihaknya tengah fokus pada peningkatan kredit produktif dan layanan berbasis teknologi seperti ATM Bersama, cardless, hingga layanan Hasamitra Mobile.
“Layanan setor tunai di mesin CRM, QRIS, dan memperluas layanan melalui mitra outlet untuk kredit konsumsi,” ungkapnya.
Tercatat, BPR Hasamitra yang didirikan di Makassar tersebut membukukan laba Rp47,45 miliar per kuartal III/2023, naik 75,19% dibanding periode tahun lalu (year-on-year/yoy) Rp27,09 miliar per kuartal III/2022. Aset Hasamitra juga tumbuh 9,08% menjadi Rp2,88 triliun per September 2023.
Di mana, kredit yang disalurkan mencapai Rp2,31 tiliun, naik 5,52% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,19 triliun.Hal senada juga disampaikan Bank Universal BPR yang menilai rencana OJK merupakan hal yang positif dan memiliki potensi besar untuk meningkatkan transparansi, ketahanan, dan daya saing BPR.
Rencana IPO BPR
Funding & Marketing Communication Head Bank Universal BPR Igor Siboro secara detail menyoroti terkait aspek menari berupa peluang kerjasama dengan fintech.
“Kemitraan dengan fintech dapat tidak hanya memperluas jangkauan layanan keuangan BPR, tetapi juga meningkatkan inklusi keuangan dengan memberikan akses lebih luas kepada masyarakat, khususnya yang sebelumnya sulit dijangkau,” ungkapnya pada Bisnis.
Lebih lanjut, soal potensi IPO bagi BPR, kata Igor, ini merupakan poin strategis yang memberikan sumber daya finansial tambahan untuk mendukung ekspansi BPR, serta meningkatkan kepercayaan dari pihak-pihak terkait, termasuk investor dan nasabah.
Rencana bisnis besar juga telah dibidik Universal BPR pada 2024. Mulai dari merger sesama grup Universal BPR dan penguatan modal melalui IPO
Lebih lanjut, dirinya menyebut alasan untuk melakukan merger sesama grup Universal BPR antar provinsi adalah untuk efisiensi operasional, peningkatan skala & kapasitas, diversifikasi portfolio, penguatan modal dan keuangan, serta optimalisasi struktur perusahaan.
Meski demikian, dirinya mengatakan, implementasi peta jalan ini tentu akan diiringi dengan tantangan.
“Penyesuaian teknologi, pemenuhan regulasi, dan koordinasi lintas sektor akan menjadi elemen kunci untuk memastikan kesuksesan langkah ini,” ucapnya.
Sebagai catatan, berdasarkan data 2020-2022, Universal BPR mencatat total aset Rp. 1,33 triliun atau tumbuh 187%. Pertumbuhan ini didorong dengan pertumbuhan kredit serta Dana Pihak Ketiga (DPK). Tercatat pertumbuhan kredit sebesar Rp647 miliar atau tumbuh sebesar 180% 2020-2022. Adapun, pertumbuhan DPK sebesar Rp659 miliar atau tumbuh sebesar 184%.
Kinerja Industri BPR
Berdasarkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) periode September 2023, kinerja BPR nyatanya masih menunjukkan kondisi yang cukup positif.
Tercatat, aset BPR pada September 2023 meningkat sebesar Rp190,32 triliun. Realisasi ini tumbuh 8,35% (yoy), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp175,66 triliun.
Menariknya, peningkatan tersebut linear dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang juga meningkat dari tahun sebelumnya. Secara rinci, DPK BPR pada September 2023 tumbuh 9,57% (yoy) menjadi Rp134,67 triliun, meningkat dari Rp122,91 triliun pada September 2022.
Pertumbuhan dipicu oleh kenaikan pada komponen deposito yang meningkat menjadi Rp94,18 triliun atau tumbuh 11,09% (yoy) dibandingkan capaian periode tahun lalu sebesar Rp84,78 triliun per September 2022.
Sedangkan, tabungan per September 2023 hanya tumbuh Rp44,81 triliun, melambat 6,19% (yoy) dibandingkan periode tahun sebelumnya yang tumbuh 13,85% (yoy).
“Adapun peningkatan pertumbuhan deposito antara lain dipengaruhi oleh naiknya suku bunga deposito BPR,” tulis laporan OJK yang dikutip, Jumat (29/12/2023).
Kemudian, dari segi kredit BPR pada September 2023 mencapai Rp137,97 triliun, tumbuh 9,45% (yoy) dari sebelumnya Rp126,05 triliun.