Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate pada tingkat 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2024.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menyampaikan bahwa BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan di 6% mempertimbangkan tekanan pada nilai tukar rupiah yang masih berlangsung.
Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah melanjutkan tren pelemahan hingga pertengahan Januari 2023, seiring dengan volatilitas global yang masih tinggi.
Tercatat, nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (15/1) ditutup melemah pada level Rp15.555 per dolar AS.
Pada hari ini pun, nilai tukar rupiah semakin tertekan dan tercatat melemah 0,22% atau 34 poin ke level Rp15.589 per dolar AS pada pukul 12.15 WIB.
Selain itu, Faiz mengatakan laju inflasi yang terkendali di dalam negeri juga menjadi pertimbangan BI untuk menahan suku bunga acuan bulan ini.
Baca Juga
“BI Rate akan ditahan perkiraan kami. Pertimbangannya inflasi yang terjaga dan tekanan pada rupiah yang berlanjut di tengah arah the Fed yang tidak pasti,” katanya kepada Bisnis, Selasa (16/1/2024).
Tercatat, tingkat inflasi Indonesia pada akhir 2023 terjaga dalam kisaran target BI 2%-4%, yaitu pada level 2,61% secara tahunan.
Tingkat inflasi inti juga terjaga dalam kisaran yang rendah, yaitu sebesar 1,8% secara tahunan pada akhir 2023.
Faiz mengatakan, penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan paling cepat terjadi pada kuartal III/2023, setelah pemangkasan suku bunga the Fed.
Pada RDG Desember 2023, BI memberi sinyal penurunan suku bunga atau BI Rate yang akan dilakukan pada semester kedua 2024.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hal ini mempertimbangkan laju inflasi dan pergerakan nilai tukar rupiah, serta risiko dari ketidakpastian global.
Meski bukan sebagai acuan utama, Perry mengatakan bahwa penurunan suku bunga the Fed yang diperkirakan terbuka pada semester kedua 2024 juga menjadi salah satu faktor pertimbangan BI dalam menetapkan arah suku bunga kebijakan.
“Kalau kami rencanakan di semester II, bukan mengikuti FFR [Fed Funds Rate], tapi perhitungan-perhitungan seperti itu,” katanya.
Dari sisi inflasi, BI berupaya agar sasaran target 1,5%-3,5% tercapai pada 2024. Dengan nilai tukar rupiah yang terjaga, maka probabilitas pencapaian target inflasi akan semakin besar, terutama dengan imported inflation yang terkendali.
“Kalau rupiah lebih cepat menguat, inflasi lebih rendah, ya ada saja ruang-ruang terbuka. Tapi, tidak akan kemudian bisa dikatakan akan oke terburu-buru,” jelas Perry.