Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gejolak Global Belum Reda, BI Diramal Tahan Suku Bunga Acuan 6%

Berdasarkan konsensus para ekonom, Bank Indonesia diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2024.
Pekerja melintas di depan kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta. - Bloomberg/Rosa Panggabean
Pekerja melintas di depan kantor pusat Bank Indonesia, Jakarta. - Bloomberg/Rosa Panggabean

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2024 siang ini, Rabu (17/1/2024).

Berdasarkan data konsensus yang dihimpun Bloomberg, sebanyak 28 ekonom memperkirakan suku bunga acuan atau BI Rate akan dipertahankan pada tingkat 6%.

Sebagaimana diketahui, BI sepanjang 2023 telah menaikkkan suku bunga acuan sebanyak dua kali, pada Januari dan Oktober 2023, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps).

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa dari sisi global, ketidakpastian masih tetap tinggi. Tekanan inflasi di negara maju terutama Amerika Serikat (AS) yang berlanjut menimbulkan ketidakpastian terkait dengan arah suku bunga kebijakan global ke depan.

Tercatat, inflasi AS pada Desember 2023 mencapai 3,4% secara tahunan,naik dari 3,1% pada November 2023. Penurunan harga energi global, kata Josua, tertahan akibat eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama terkait gangguan di Laut Merah.

“Kami mengantisipasi bahwa inflasi AS belum akan turun dengan cepat menuju target 2%, sehingga kami masih melihat kemungkinan the Fed memangkas suku bunga acuan pada paruh kedua tahun 2024,” katanya kepada Bisnis, Selasa (16/1/2024).

Sementara di dalam negeri, Josua mengatakan perkembangan ekonomi terus menunjukkan ketahanan. Tingkat inflasi misalnya, terkendali dan tercatat rendah sebesar 2,61% pada akhir 2023.

Di sisi sektor eksternal, surplus perdagangan Indonesia bertahan hingga akhir 2023, di mana pada Desember mencapai US$3,3 miliar, naik dari US$2,4 miliar pada bulan sebelumnya. 

Berlanjutnya surplus perdagangan tersebut berhasil mendukung cadangan devisa yang mencapai US$146,4 miliar pada akhir 2023. 

Oleh karena itu, Josua mengatakan, nilai tukar rupiah berhasil menguat sebesar 1,11% dari akhir 2022 menjadi Rp15.397 per dolar AS pada akhir 2023.

Sementara itu, pada pekan kedua Januari 2024, rupiah cenderung bergerak sideways di kisaran Rp15.400-Rp15.600 per dolar AS.

“Mengingat perkembangan terakhir baik dari sisi global maupun domestik, kami memperkirakan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga BI rate di level 6,00% pada RDG bulan Januari 2024 ini,” kata Josua.

Senada, Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan suku bunga acuan akan tetap dipertahankan pada level 6% mempertimbangkan tekanan pada nilai tukar rupiah yang masih berlangsung.

Selain itu, laju inflasi yang terkendali di dalam negeri juga menjadi pertimbangan BI untuk menahan suku bunga acuan bulan ini.

“BI Rate akan ditahan perkiraan kami. Pertimbangannya inflasi yang terjaga dan tekanan pada rupiah yang berlanjut di tengah arah the Fed yang tidak pasti,” katanya.

Menurutnya, penurunan suku bunga acuan BI paling cepat terjadi pada kuartal III/2024, setelah pemangkasan suku bunga the Fed.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai bahwa BI masih perlu mempertahankan suku bunga acuan 6% pada Januari ini.

Di sisi inflasi, kata dia, inflasi Indonesia sepanjang 2023 menunjukkan tren penurunan dan ada dalam kisaran target BI. 

Realisasi inflasi pada 2023 yang sebesar 2,61% jauh di bawah angka inflasi 2022 yang tercatat sebesar 5,51% akibat meroketnya harga komoditas dan energi. 

Di sisi eksternal, Indonesia pun secara konsisten mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 2023 dan tercatat sebesar US$3,3 miliar pada Desember 2023.

Namun demikian, imbuhnya, relatif terhadap mata uang negara berkembang lainnya, rupiah memiliki performa lebih buruk pada dua minggu pertama 2024 meski tercatat cukup stabil.

“Menimbang berbagai faktor tersebut, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6% pada bulan ini,” kata Riefky.

Ruang Penurunan Terbatas

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat bahwa BI memiliki ruang yang cenderung terbatas untuk menurunkan suku bunga acuan, maksimal sebesar 50 bps pada 2024.

Hal ini menyusul kondisi perekonomian global yang belum membaik, meski suku bunga the Fed diperkirakan turun sebanyak tiga kali hingga akhir tahun.

“Suku bunga BI mungkin turunnya hanya 25 bps hingga 50 bps meski suku bunga di the Fed turun sampai tiga kali. Belum tentu kita akan mengikuti karena kondisi eksternal yang masih belum begitu baik,” katanya.

Menurut Bhima, penurunan suku bunga acuan pertama baru akan dilakukan BI setelah Pemilu, yaitu paling cepat pada Maret atau Juni 2024.

Penurunan suku bunga acuan yang terbatas ini menurutnya disebabkan oleh tekanan pada nilai tukar rupiah yang diperkirakan masih tinggi. 

Posisi cadangan devisa Indonesia yang melonjak menjadi sebesar US$146,4 miliar, tertinggi dalam 2 tahun terakhir, pun diperkirakan masih berpotensi mengalami penurunan ke depan, seiring dengan penarikan utang luar negeri swasta yang tertahan. Hal ini dinilai masih berisiko terhadap nilai tukar rupiah.

Sementara itu, pada RDG Desember 2023, BI memberi sinyal penurunan suku bunga yang akan dilakukan pada semester kedua 2024.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hal ini mempertimbangkan laju inflasi dan pergerakan nilai tukar rupiah, serta risiko dari ketidakpastian global. 

Meski bukan sebagai acuan utama, Perry mengatakan bahwa penurunan suku bunga the Fed yang diperkirakan terbuka pada semester kedua 2024 juga menjadi salah satu faktor pertimbangan BI dalam menetapkan arah suku bunga kebijakan.

“Kalau kami rencanakan di semester II, bukan mengikuti FFR [Fed Funds Rate], tapi perhitungan-perhitungan seperti itu,” katanya.

Dari sisi inflasi, BI berupaya agar sasaran target 1,5-3,5% tercapai pada 2024. Dengan nilai tukar rupiah yang terjaga, maka probabilitas pencapaian target inflasi akan semakin besar, terutama dengan imported inflation yang terkendali. 

“Kalau rupiah lebih cepat menguat, inflasi lebih rendah, ya ada saja ruang-ruang terbuka. Tapi, tidak akan kemudian bisa dikatakan akan oke terburu-buru,” jelas Perry.

Konsensus Ekonom

Economist

Firm

Estimate

Josua Pardede

PT Bank Permata Tbk

6

Mika Martumpal

Bank Cimb Niaga Tbk PT

6

Juniman Juniman

PT Bank Maybank Indonesia Tbk

6

Jeffrey Zhang

Credit Agricole CIB HK Branch

6

Suryaputra Wijaksana

PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk

6

Wisnu Wardana

Bank Danamon PT

6

David E Sumual

Bank Central Asia Tbk PT

6

Rully Arya Wisnubroto

Pt Mirae Asset Sekuritas Indonesia

6

Bank Mandiri Persero Tbk PT

6

Renno Prawira

PT Ciptadana Sekuritas Asia

6

Lavanya Venkateswaran

Oversea-Chinese Banking Corp Limited

6

Bank Negara Indonesia Persero Tbk

6

Brian Tan

Barclays Bank PLC

6

Fikri C Permana

KB Valbury Sekuritas

6

Miguel Chanco

Pantheon Macroeconomics Ltd

6

Euben Paracuelles

Nomura Singapore Limited

6

Krystal Tan

Australia & New Zealand Banking Grp.

6

Helmi Arman

Citigroup Securities Indonesia

6

Societe Generale SA

6

Helmy Kristanto

Danareksa Securities PT/Jakarta

6

Goldman Sachs & Co LLC

6

BNP Paribas SA

6

Pranjul Bhandari

HK and SH Banking Corp Ltd SP BR

6

Sin Beng Ong

JP Morgan Chase Bank NA

6

Jeemin Bang

Moodys Analytics Singapore Pte Ltd

6

Scotiabank UK Ltd

6

Radhika Rao

DBS Bank Ltd

6

Kai Wei Ang

Bank of America NA

6

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper