Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja harga saham bank-bank digital seperti PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) masih lesu pada awal 2024. Emiten bank-bank digital ini juga dinilai masih berat untuk mencatatkan kinerja saham yang moncer pada 2024.
Berdasarkan data RTI Business, harga saham BBYB memang naik 3,25% ke level Rp318 pada penutupan perdagangan Selasa (6/2/2024). Namun, harga saham BBYB turun tajam 27,06% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
BBHI mencatatkan kinerja harga saham yang stagnan di level Rp1.185 dan turun 8,14% ytd. Harga saham bank digital lainnya PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) juga stagnan di level Rp282 dan turun 9,03% ytd.
Kemudian, harga saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) turun 0,33% ke level Rp3.040 pada perdagangan Selasa (6/2/2024). Namun, harga saham ARTO yang naik 4,83% sepanjang 2024.
Adapun, berkaca pada 2023, harga saham bank-bank digital itu mendapatkan rapor merah. Harga saham ARTO turun 22,04% sepanjang 2023. Harga saham BBHI pun jeblok turun 26,91% pada 2023.
Baca Juga
Lalu, AGRO mencatatkan penurunan harga saham 23,27% pada 2023. Kemudian, BBYB mencatatkan kinerja harga saham yang anjlok 32,4% sepanjang 2023.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan harga saham bank-bank digital juga sulit untuk berkinerja positif sepanjang 2024, sebab harga saham bank digital biasanya dipengaruhi oleh tren.
"Ini harus menanti sentimen positif dari adanya aksi korporasi emiten misalnya untuk meningkatkan likuiditas juga kinerja keuangan," tuturnya kepada Bisnis pada Selasa (6/2/2024).
Inflow atau aliran masuk ke bank-bank digital juga kalah dan belum begitu unggul dibandingkan bank-bank lain.
Meski begitu, terdapat peluang peningkatan kinerja saham bank digital pada tahun ini dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Bank sentral memang memproyeksikan untuk menurunkan suku bunganya pada tahun ini. "Kebijakan suku bunga akan meningkatkan likuiditas dan kinerja kredit," kata Nafan.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani juga mengatakan valuasi saham bank-bank digital kurang menarik bagi investor.
Bank digital juga kalah persaingan dengan emiten bank lain terutama big caps yang memiliki fundamental serta valuasi jauh lebih menarik.
"Investor lebih milih investasi ke saham perbankan besar dibandingkan bank digital," ujarnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Tantangan Meraup Cuan pada 2024
Dari sisi kinerja keuangan, sejumlah bank digital memang telah mampu meraup laba setidaknya hingga November 2023. Bank Jago misalnya telah meraup laba bersih Rp59,87 miliar pada November 2023.
Namun, masih ada bank digital yang membukukan rugi di antaranya Bank Neo Commerce. Per November 2023, rugi bersih emiten berkode BBYB itu mencapai Rp540,44 miliar.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan pada tahun ini, bank digital pun akan menemui sejumlah tantangan dalam meraup laba atau mempertahankan kinerja labanya.
"Akan semakin ketat persaingan perbankan. Lahir bank baru mungkin tidak, tapi akan banyak akuisisi, merger atau konsolidasi bank," ujarnya.
Tantangan lainnya adalah menggaet ekosistem. Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan prospek bank digital dalam jangka panjang memang besar. Namun, ekosistem menjadi penentu.
“Jadi, yang dijual itu adalah ekosistemnya. Kalau produknya sebagus apa pun tapi tidak mempunyai ekosistem, akan sulit bagi perkembangan bank digital tersebut,” ujar Nico Demus kepada Bisnis.
Bank digital memang relatif mengandalkan ekosistem pemilik atau induknya yang besar. Tahun lalu, sederet bank digital pun meluncur dengan menggandeng ekosistemnya masing-masing.