Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa turut mengomentari soal rencana pemerintah menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Menurutnya, pada dasarnya kenaikan tarif PPN diperlukan untuk menaikan pendapatan negara.
"Tapi saya sih lebih bagus diperbaiki sistem yang ada, sehingga dari yang ada misal 10% itu masuk semua. Itu lebih baik dampaknya ke keuangan negara," ujar Purbaya dalam acara buka puasa bersama media pada Kamis (21/3/2024).
Ia mengatakan mestinya pondasi dari PPN diperbesar guna memperbaiki efisiensi pengaturan pajak. Apalagi, ia melihat terdapat kelebihan dari uang pemerintah setiap tahunnya yang tidak terpakai.
"Jadi, tidak butuh juga kenaikan PPN sebesar itu," ujarnya.
Saat ekonomi susah, mestinya pemerintah memberi stimulus perekonomian. "Memang pendapatan pajak perlu ditingkatkan, tapi bukan dengan berburu di kebun binatang," kata Purbaya.
Baca Juga
Meski begitu, Purbaya menerangkan kenaikan PPN tersebut tidak juga menyebabkan ekonomi runtuh. Pengaruh terhadap perekonomian dinilai minim.
Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, yang mulai berlaku pada tahun depan atau per 1 Januari 2025. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 7//2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu.. sebesar 12% [dua belas persen] yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” tulis ayat (1) Pasal 7 Bab IV beleid tersebut, dikutip Selasa (12/3/2024).
Adapun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa implementasi dari kenaikan tarif PPN itu akan dilakukan oleh pemerintahan mendatang.
“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan, berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” katanya dalam media briefing.