Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahu membahu menangani deretan bank bangkrut tahun 2024 yang diproyeksikan jumlahnya mencapai 20 bank, melesat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan secara rata-rata tiap tahunnya memang terdapat 7 atau 8 bank yang bangkrut di Indonesia. Pada tahun ini, meski baru berjalan tiga bulan, sudah terdapat 7 bank bangkrut di Indonesia.
LPS pun telah menyiapkan ancang-ancang menangani bank-bank bermasalah tersebut. LPS misalnya menjalankan proses klaim simpanan nasabah di bank bangkrut. Sepanjang tahun ini, sudah tersalurkan dana Rp300 miliar untuk klaim simpanan nasabah di bank bangkrut.
Purbaya tak khawatir dana di LPS kurang. "Kita kan kaya, saya [LPS] kan punya Rp214 triliun, nanti Juli nambah, akhir tahun nambah lagi. Tahun ini bisa Rp240 triliun lebih," kata Purbaya pada beberapa waktu lalu (21/3/2024) di Jakarta.
Selain itu, mengacu Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), peran LPS dalam menangani bank bermasalah itu semakin kuat. LPS bertugas meminimalisir risiko dari bank bermasalah itu lebih awal.
Dalam hal ini, menurut Purbaya kesemua bank bangkrut tahun ini merupakan bank perekonomian rakyat (BPR). Artinya, LPS pun berupaya untuk memperkuat sistem di BPR tersebut.
Baca Juga
"Kita sadar, kinerja IT di BPR kurang baik, kita kembangkan sistem IT agar bisa dipakai BPR. Dengan sistem itu diharapkan BPR bisa sama canggihnya dengan bank-bank lain," tutur Purbaya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan ke depan, OJK juga terus memperkuat BPR dengan mendorong konsolidasi dan penyesuaian regulasi serta pengawasan.
Dian menyebut peta jalan untuk BPR akan dirancang sekomprehensif mungkin, termasuk soal mengatur management risiko, governance, hingga SDM. Menurutnya, dasar dari perancangan aturan itu, lantaran mengingat banyak BPR yang harus ditutup karena persoalan mendasar, misal terkait situasi keuangan serta adanya keterlibatan fraud.
“Sehingga, harapan kita sebelum mengeluarkan roadmap [BPR], kami ingin sisa BPR yang punya masalah mendasar dapat dibersihkan dulu,” ucapnya, saat ditemui awak media di Hotel Kempinski Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Alhasil, ke depan, usai melakukan pembersihan pada BPR yang bermasalah diharapkan BPR akan mengalami penguatan. BPR memiliki standar operasional yang baik, seperti kemampuan BPR untuk mampu listing di bursa atau IPO hingga penyetaraan dalam sistem pembayaran.
Deretan Bank Bangkrut
Sebagaimana diketahui, sepanjang tahun ini sudah ada 7 bank bangkrut di Indonesia. Padahal, 2024 baru berjalan 3 bulan. Terbaru, PT BPR Aceh Utara bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh OJK.
Sebelum BPR Aceh Utara, OJK juga telah mencabut izin usaha PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda), dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma sepanjang tahun ini.
Sementara, pada tahun lalu, terdapat empat bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 129 bank bangkrut di Tanah Air.
Adapun, sepanjang tahun ini, Dian memproyeksikan akan ada 20 bank bangkrut di Indonesia. Menurut Dian, tumbangnya bank disebabkan fraud dan buruknya tata kelola manajemen. "Kemungkinan [tahun ini] nyampe 20 BPR, tapi kan itu sudah tutup, tinggal likuidasinya saja," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah juga mengatakan BPR yang bangkrut dan dicabut izinnya oleh OJK, bukan karena alasan bisnis, tetapi karena adanya fraud.
"Semua pelaku Industri saya yakin tidak pernah mengharapkan atau menginginkan bisnisnya ditutup karena ada tindakan yang merugikan bank," ujar Tedy.
Asosiasi sendiri terus berupaya mengajak para pelaku industri untuk meningkatkan tata kelola dan manajemen risikonya, karena bisnis bank merupakan bisnis kepercayaan yang mengelola dana masyarakat dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
"Selain itu, asosiasi terus berupaya mengawal dan memastikan bahwa implementasi tata kelola harus didukung adanya penguatan kompetensi bagi seluruh pengurus, baik itu Dewan Komisaris maupun Direksi, serta seluruh pejabat eksekutif dan karyawan," tutur Tedy.