Bisnis.com, JAKARTA -- Bank digital milik induk Shopee, Sea Group yakni PT Bank Seabank Indonesia mengomentari soal anggapan bank digital yang terkenal dengan strategi 'bakar uang'.
Presiden Direktur SeaBank Indonesia Sasmaya Tuhuleley mengatakan istilah bakar uang mencuat di era menjamurnya perusahaan rintisan atau startup. Perusahaan-perusahaan tersebut gencar menggelontorkan biaya promosi kepada konsumennya tanpa memikirkan profitabilitas demi menguasai pangsa pasar.
Menurutnya, di bank digital hal tersebut sulit dilakukan. "Kalau bank tidak mungkin. Ada pengawasannya. Kami membuat planning, kemudian di-assesmen sama OJK [Otoritas Jasa Keuangan]. Dituntut profit, efisiensi diukur, jadi tidak mungkin bakar duit," ujar Sasmaya dalam acara media briefing pada Senin (6/5/2024).
Dia menjelaskan kondisi bakar uang bisa dilakukan saat berbagai biaya operasional di perbankan melonjak, kemudian pendapatannya minim. "Tapi faktanya bank digital tetap profit," ujarnya.
Hingga akhir 2023, Seabank telah mencatatkan laba bersih Rp241,47 miliar, meskipun turun 10,3% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya Rp269,22 miliar.
Adapun, menurutnya sejumlah bank digital memang memberikan bunga simpanan tinggi untuk meraup nasabah. Akan tetapi, pemberian bunga itu tetap mengacu perhitungan yang matang.
Dia menyatakan model bisnis bank digital berbeda dengan bank konvensional, sehingga bank digital bisa memberikan bunga simpanan tinggi. "Bunga lending [bank digital] juga gede, jadinya berani kasih bunga funding tinggi," ujarnya.
Selain itu, bank digital bisa lebih efisien karena mengandalkan ekosistem untuk akuisisi nasabah, serta biaya operasional yang minim. "Kami bisa efisien karena tidak buka cabang," tutur Sasmaya.
Sebelumnya, Ahli pemasaran sekaligus Wakil Rektor I Universitas Prasetiya Mulya Agus W. Soehadi mengatakan bagi bank digital, untuk masuk ke pasar dan bersaing memang dibutuhkan ongkos yang banyak, termasuk untuk promosi. Ditambah, saat ini persaingan bank digital makin ketat karena bermunculan bank-bank digital baru.
Akan tetapi, Agus mengatakan pada akhirnya layanan bank digital akan mirip satu sama lain. Dengan kondisi demikian, bank digital mesti memikirkan strategi untuk membuat nasabah bertahan.
“Cara lama seperti membakar uang untuk memberikan promosi atau benefit tertentu kepada nasabah sudah tidak terlalu efektif, dan tidak terlalu baik bagi keberlanjutan bisnis," ujar Agus dalam keterangan tertulis.
Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira juga mengatakan bank digital bisa menjalankan sejumlah strategi kolaborasi seperti menggandeng e-commerce dan platform dompet digital sebagai menjadi alternatif agar tidak terjadi penumpukan beban promosi.
“Dengan itu terbentuk loyalitas secara natural, secara alamiah, sehingga branding dan juga loyalitas konsumennya akan berulang,” tuturnya.