Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya menetapkan batas waktu pemenuhan aktuaris pada 15 April 2024. Adapun bagi perusahaan yang belum memiliki aktuaris akan dijatuhi sanksi tidak dapat mengajukan produk baru.
Deputi Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengungkap masih ada delapan perusahaan asuransi umum yang sedang dalam proses pemenuhan aktuaris. Dia mengatakan regulator telah memberikan sanksi sesuai ketentuan bagi perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
Terkait pengenaan sanksi larangan pengajuan produk baru, Iwan menyebut sejatinya dampak larangan tidak terlalu besar bagi perusahaan asuransi umum
“Karena produk barunya tidak terlalu banyak,” kata Iwan kepada Bisnis, Senin (6/5/2024).
Untuk saat ini, pihaknya pun masih mendorong perusahaan asuransi untuk melakukan pemenuhan aktuaris. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) untuk meningkatkan frekuensi ujian profesi, sehingga peluang pemenuhannya semakin besar.
Baca Juga
Tidak hanya itu, dia menyebut OJK juga memberikan ruang bagi perusahaan asuransi dalam membuat laporan keuangan. Di mana yang belum memenuhi aktuaris dapat memanfaatkan konsultan aktuaria untuk memenuhi permintaan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam proses laporan yang diaudit.
Sementara itu, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat masih ada enam perusahaan anggota yang belum memenuhi ketentuan pemenuhan tenaga aktuaris per 29 April 2024. Keenam perusahaan asuransi tersebut juga belum mengajukan kandidat.
Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwyanto mengatakan OJK dalam pertemuan baru-baru ini juga memberikan kelonggaran bagi perusahaan asuransi. Regulator memberikan target pemenuhan aktuaris pada Juni tahun ini.
“OJK sendiri pada pertemuan baru-baru ini dengan kami menargetkan pada Juni tahun ini seluruh perusahaan asuransi harus telah memenuhi ketentuan tersebut dan memiliki aktuaris perusahaan,” kata Bern saat dihubungi Bisnis, Senin (6/5/2024).
Bern mengatakan sanksi larangan pengajuan produk baru bagi perusahaan asuransi yang belum memenuhi aktuaris pengaruhnya lebih ke internal perusahaan. Sementara itu secara industri, dia melihat sanksi tersebut tidak akan banyak terdampak. “Dengan kondisi sekarang kinerja industri secara umum menunjukkan tren positif,”imbuhnya.
Terkait upaya pemenuhan aktuaris bagi perusahaan asuransi umum, Bern menyebut Bidang Aktuaria dan Pemodelan AAUI terus berkoordinasi dengan PAI. Ada beberapa hal yang telah dan terus dilakukan antara lain pertama mengadakan ujian diluar regular test.
Kemudian memberikan rekomendasi ke OJK terkait calon aktuaris perusahaan yang akan melaksanakan fit & proper test. Ketiga memberikan informasi ketersediaan aktuaris bergelar Fellow Society of Actuaries of Indonesia (FSAI) untuk dapat direkrut Perusahaan perusahaan asuransi umum.
“Kami berharap ini dapat membantu dalam pemenuhan tenaga aktuaris di indsutri asuransi umum terutama dikarenakan ini diamanatkan dalam undang-undang perasuransian,” ungkap Bern.
Mayoritas Sudah Punya Aktuaris
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyebut sejauh ini hampir semua perusahaan asuransi jiwa sudah memiliki aktuaris.
Dalam upaya mendorong pemenuhan tersebut, dia menyebut, AAJI selama ini berkontribusi dalam mempromosikan aktuaria ke banyak universitas, baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta, dalam bentuk edukasi (insurance go to campus) dan juga beasiswa.
“Mestinya tidak ada lagi isu mengenai kekurangan tenaga aktuaris mengingat saat ini kurang lebih 15 perguruan tinggi sudah memiliki prodi aktuaria,” ungkapnya.
Sementara itu, terkait sanksi larangan mengajukan produk baru kepada perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris. Togar menyebut perusahaan asuransi terpaksa harus menjual produk lama.
“Namun tentunya produk lama ini apakah sudah sesuai ddengan situasi, kondisi dan perkembangan terkini. Tentunya bisa jadi tidak laku kalau tidak sesuai,” tandasnya.
Pada 2 April silam, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menyebut masih terdapat 12 dari 145 perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang belum memiliki aktuaris perusahaan. Dari jumlah tersebut terdapat delapan perusahaan asuransi umum, dua perusahaan asuransi jiwa, satu perusahaan asuransi jiwa syariah dan satu perusahaan asuransi umum syariah yang belum memenuhi ketentuan.
Ogi mengatakan bahwa jumlah tersebut sudah jauh berkurang dari posisi pada 2022, yang kala itu masih ada 50 perusahaan yang belum memiliki aktuaris.
Pemenuhan aktuaris tersebut penting bagi perusahaan asuransi, lantaran salah satu langkah yang harus ditempuh khususnya dalam rangka implementasi PSAK 117 (yang sebelumnya disebut PSAK 74), di mana peran aktuaris akan sangat penting dalam berbagai lingkup bisnis perusahaan.
PSAK 117 diharapkan bisa efektif diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Penerapan PSAK 117 tersebut bertujuan agar dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan asuransi baik antar perusahaan maupun antar industri. Kewajiban pemenuhan aktuaris oleh perusahaan asuransi dan reasuransi juga telah diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 40/2014 tentang Perasuransian dan Peraturan OJK Nomor 67/POJK.05/2016 mengenai perizinan di industri asuransi.
Pada Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2014 tercantum bahwa perusahaan perasuransian wajib mempekerjakan tenaga ahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, dalam rangka memastikan penerapan manajemen asuransi yang baik.
Masih mengacu pasal yang sama dan ayat (2) berbunyi perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, untuk secara independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku mengelola dampak keuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan.