Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengamini bahwa dari faktor domestik, tekanan pada rupiah turut disebabkan oleh persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Menurutnya, naik turunnya nilai tukar rupiah memang disebabkan oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia dan sentimen jangka pendek. Namun, kondisi sentimen menjadi momok utama yang membuat nilai tukar Rupiah melemah hingga ke level Rp 16.400 per dolar Amerika Serikat (AS).
Hal ini disampaikannya usai menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk membahas dinamika pasar dari sisi perkembangan pembahasan APBN dengan DPR di Istana Kepresidenan, Kamis (20/6/2024).
"Ada juga masalah persepsi sustainibilitas fiskal ke depan, itu membuat sentimen kemudian menjadi tekanan nilai tukar Rupiah," ujarnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, Perry menegaskan bahwa selama ini kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih tergolong baik. Namun, adanya beberapa sentimen jangka pendek justru mempengaruhi nilai tukar.
Dia tak menampik dari sektor domestik ada beberapa sentimen yang membuat Rupiah sedikit tertekan, salah satunya adalah sentimen keberlanjutan fiskal APBN di pemerintah baru.
Baca Juga
Perry menyebut sentimen teknis jangka pendek membuat rupiah melemah. Hal itu adalah rutinitas permintaan repatriasi deviden yang dilakukan oleh sektor korporasi Indonesia. Hal tersebut mampu terjadi pada kuartal II setiap tahunnya. Namun pada kuartal III yang dimulai pada Juli sentimen ini diyakini akan berangsur berkurang.
"Dalam Kuartal II/2024 yang akan berakhir Juni memang sering terjadi kenaikan permintaan korporat, biasanya di Kuartal II itu perusahaan mereka perlu repatriasi deviden dan perlu juga untuk membayar utang, tapi nanti di Kuartal III/2024 tidak ada lagi," tuturnya.
Selain itu, Perry melanjutkan apabila dilihat melalui sentimen global, suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve yang masih tak kunjung turun jadi biang kerok terbesarnya. Hal ini menjadi magnet modal keluar dari negara-negara berkembang ke Amerika.
Kenaikan suku bunga obligasi pemerintah AS, kata Perry juga menarik modal-modal keluar dari negara berkembang. Tak hanya itu, dia melanjutkan bahwa saat ini juga ada juga sentimen turunnya suku bunga Bank Sentral Eropa yang bisa memberikan dampak ke kondisi nilai tukar Indonesia.
"Fed Fund Rate sampa saat ini masih tebak-tebakan sampai akhir tahun sampai berapa kali [turunnya], menurut perkiraan kami sekali cuma akhir tahun saja," pungkas Perry.
Sekadar informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah perwakilan dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ke Istana Negara, pada sore ini, Kamis (20/6/2024).
Menurut pantauan Bisnis, secara bergantian setiap perwakilan tiba di kompleks Istana Kepresidenan. Mulai dari Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar pukul 16.12 WIB.
Kemudian, disusul Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pada pukul 16.15 WIB dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pukul 16.21 WIB.