Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Kredit Macet (NPL) 2024, Bank Cilik Siapkan Kuda-Kuda

Rasio kredit macet (NPL) perbankan dikhawatirkan membengkak, terutama di bank kecil setelah Bank Indonesia tahan BI Rate dan berakhirnya restrukturisasi kredit.
Foto gambar mata uang rupiah dengan nominal Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Foto gambar mata uang rupiah dengan nominal Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah hingga kredit macet (nonperforming loan/NPL) perbankan dikhawatirkan membengkak, terutama bagi bank kecil, imbas kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) serta berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19.

Sederet bank kecil atau kelompok bank dengan modal inti (KBMI) I pun menyiapkan ancang-ancang guna mengantisipasi pembengkakan NPL mereka. 

PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA) yang dikendalikan oleh PT Takjub Financial Teknologi (Ajaib) misalnya telah melewati krisis pandemi Covid-19 dengan menjalankan serangkaian restrukturisasi. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut kebijakan restrukturisasi tersebut per akhir Maret 2024.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Keuangan Bank Bumi Arta Edwin Suryahusada mengatakan Bank Bumi Arta pun ancang-ancang menjalankan upaya menjaga NPL agar tidak terlampau membengkak imbas dicabutnya restrukturisasi kredit Covid-19 itu.

"Kami kerja sama personal approachke debitur, apa yang bisa bank lakukan, win-win solution," ujar Edwin dalam public expose beberapa waktu lalu (20/6/2024).

Bank Bumi Arta sendiri mencatatkan NPL gross di level 3,88% per Maret 2024, turun dari level 4,82% per Maret 2023. Lalu, NPL net turun dari 3,2% ke level 2,57%.

Begitu juga dengan bank kecil dengan modal inti antara Rp3 triliun hingga Rp6 triliun lainnya, yakni PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR). Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan Bank Oke sudah sejak tahun lalu mempersiapkan diri untuk mengantisipasi dampak berkahirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19. 

"Kami identifikasi debitur-debitur tergolong high risk yang besar kemungkinan akan menjadi NPL, medium risk yang masih bisa disehatkan misalnya dengan memberikan restrukturisasi non-covid, dan low risk yang bisa kembali beroperasi secara normal," ujarnya kepada Bisnis.

Bank pun melakukan pemetaan persentase debitur yang akan normal kembali, yang akan menjadi NPL atau diberikan restrukturisasi biasa non-Covid-19. Kemudian Bank Oke menjalankan stress test terhadap rasio NPL, jika diasumsikan semua debitur yang digolongkan sebgai high-risk menjadi NPL.

Bank Oke sendiri mencatatkan peningkatan NPL gross per Maret 2024 menjadi 4,2%, dari 3,29% per Maret 2023. Lalu, NPL net turun menjadi 2,49% dari 2,59%.

Tak hanya dampak dari berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19, bank kecil pun ancang-ancang jaga NPL di kenaikan suku bunga acuan BI. 

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada April 2024, BI telah memutuskan untuk menaikan suku bunga acuannya atau BI Rate 25 basis poin (bps) dari 6% ke 6,25%. Kenaikan suku bunga acuan saat itu menjadi yang pertama kali sejak Oktober 2023. 

Kemudian, dalam dua bulan berturut-turut BI mempertahankan suku bunga acuannya di level 6,25%. Apabila ditarik ke belakang, sejak pertengahan 2022, suku bunga acuan BI telah naik 275 bps.

PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) pun jaga-jaga NPL terkerek imbas kenaikan suku bunga acuan BI. "Untuk NPL kami [target] at least di 3,5% gross ya maksimumnya," kata Direktur Bisnis BNC Aditya Windarwo dalam Media Group Interview beberapa waktu lalu.

Adapun, BBYB terus menjaga kualitas kredit yang disalurkan dengan lebih selektif dalam penyaluran kredit. BBYB juga memperluas penyaluran kredit ke berbagai segmen nasabah, mulai dari individu, UMKM, dan korporasi.

“Pertumbuhan ini adalah peluang bagi BNC untuk terus ekspansi penyaluran kreditnya,” ucap Adit dalam keterangan tertulis.

Bank Neo Commerce sendiri mencatatkan kenaikan NPL gross 41 bps ke level 3,94% dari 3,53% per Maret 2024. Sementara, NPL net turun 137 bps menjadi 1,3% dari 2,67%.

Begitu juga dengan PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR). Senior Vice President Finance Amar Bank David Wirawan mengatakan dalam mengantisipasi lonjakan NPL, bank menempatkan cadangan kerugian penurunan nilai alias CKPN yang tinggi. “Hal ini terwujud dari prinsip kehati-hatian yang kami terapkan untuk meminimalkan risiko di setiap penyaluran kredit, dan akan terus kami lanjutkan kedepannya di setiap pengelolaan risiko,” ujarnya.

Bank Amar sendiri mencatatkan NPL gross di level 10,26% per Maret 2024, naik 378 bps dari periode yang sama tahun sebelumnya 6,48%. Meski demikan, NPL net AMAR berada di level 0,84% per Maret 2024, susut dari 1,84% per Maret 2023. 

Kekhawatiran Otoritas

OJK sendiri telah memberi catatan atas kekhawatiran pembengkakan NPL pada tahun ini. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan berhentinya kebijakan relaksasi restrukturisasi Covid-19 memang akan memberi tantangan bagi kualitas kredit perbankan. 

Adapun, OJK mencatat sebulan setelah kebijakan relaksasi itu dihentikan, masih terdapat nilai restrukturisasi kredit sebesar Rp207,40 triliun. Angkanya turun dibandingkan bulan sebelumnya yakni Rp228,03 triliun.

Sementara, mengacu Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) yang dirilis OJK, mayoritas responden perbankan meyakini bahwa risiko bank pada kuartal II/2024 masih terjaga dan terkendali. Hal ini terlihat dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 59 yang berada di zona optimistis, meningkat dari 53 pada kuartal sebelumnya. 

Untuk NPL, seiring dengan kondisi kegiatan usaha yang membaik dan pelaksanaan hapus buku untuk menekan peningkatan kredit bermasalah, responden memperkirakan bahwa NPL pada kuartal II/2024 akan membaik.

Namun demikian, masih terdapat potensi peningkatan NPL yang berasal dari pemburukan kredit restru kol 1 dan kol 2, seiring dengan telah berakhirnya kebijakan restrukturisasi yang dapat menjadi salah satu faktor pendorong pemburukan.

Selain dari berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19, Dian mengatakan jika suku bunga terus meningkat maka dapat memengaruhi kemampuan bayar debitur dan memengaruhi kualitas aset. Namun, OJK menilai kondisi risiko kredit saat ini tetap terjaga.

Adapun, dalam mengantisipasi peningkatan risiko kredit, OJK mengimbau bank untuk terus menjaga kehati-hatian dalam melakukan assessment terhadap kredit baru maupun kredit yang sudah berjalan. OJK juga meminta bank membentuk pencadangan yang cukup bagi kredit yang diperkirakan akan memburuk. 

Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan pada tahun ini, bank memang akan menghadapi risiko kredit akibat dari berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19 serta tren kenaikan suku bunga acuan. Adapun, jenis bank yang paling terdampak adalah bank-bank kecil.

Lebih lanjut, dia mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi meningkatkan risiko NPL. Mulai dari sektor konstruksi, kredit kepemilikan rumah (KPR), korporasi, serta UMKM.

“[Bank] perlu tindakan antisipasi, termasuk evaluasi berkala terhadap portofolio kredit untuk mengidentifikasi risiko potensial, serta pendekatan yang lebih selektif dalam menyalurkan kredit kepada peminjam,” tuturnya.

Sementara itu, berdasarkan data OJK, NPL gross industri perbankan mencapai level 2,33% per April 2024 atau sebulan setelah restrukturisasi kredit Covid-19 dihentikan dan di momen kenaikan suku bunga acuan. NPL gross bank itu meningkat dalam sebulan dibandingkan Maret 2024 di level 2,25%.

NPL net perbankan juga naik dari Maret 2024 sebesar 0,77% ke level 0,81% pada April 2024. 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper