Bisnis.com, JAKARTA - Seiring dengan tren digitalisasi transaksi keuangan, muncul beragam cara pembayaran baru salah satunya buy now pay later atau paylater. Pada awalnya, pemain industri paylater merupakan perusahaan nonbank dan disebut berpotensi menggerus transaksi penggunaan kartu kredit yang dirilis bank.
Dalam perkembangannya, pertumbuhan transaksi paylater tumbuh signifikan melampaui transaksi menggunakan kartu. Walaupun, dari sisi nominal, transaksi penggunaan paylater masih jauh lebih kecil ketimbang nilai transaksi kartu kredit.
Mengacu statistik sistem pembayaran dan infrastruktur pasar keuangan (SPIP) Bank Indonesia (BI), nilai transaksi kartu kredit tumbuh 5,09% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp36,12 triliun pada Maret 2024.
Jumlah transaksi kartu kredit juga naik 14,13% yoy menjadi 36,73 juta transaksi dengan kartu kredit yang beredar mencapai 18,13 juta unit pada Maret 2024 naik 4,31% yoy dari 17,38 juta unit.
Namun, bisnis paylater tumbuh lebih pesat lagi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding piutang pembiayaan paylater mencapai Rp6,13 triliun per Maret 2024. Angka tersebut meningkat 23,90% yoy.
Kini sejumlah bank ikut masuk dalam bisnis paylater, seperti BCA dan Bank Mandiri. Sementara, BNI dan CIMB Niaga berencana meluncurkan paylater dalam waktu yang tidak lama lagi.
Mencicipi kue bisnis paylater menjadi bagian dari strategi bank untuk meningkatkan pangsa pasar dan memenuhi kebutuhan nasabah potensial, yaitu kalangan generasi muda yang merupakan pengguna aktif platform digital.
Tak hanya itu, pengembangan produk paylater juga menjadi alternatif yang diberikan bank bagi para nasabahnya untuk menjaga cashflow apabila seorang individu memiliki suatu kebutuhan bersifat konsumtif dengan cara mencicil, mengingat kebijakan persetujuan kartu kredit masih terbilang ketat.
Bank Mandiri pun melaporkan sejak awal diluncurkan ke publik, layanan ini terus mendapat respons positif dari nasabah. Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman mengatakan sampai dengan akhir Mei 2024 jumlah nasabah Bank Mandiri pengguna Livin’ Paylater telah mencapai meningkat dua kali lipat jika dibandingkan akhir 2023.
“Sementara itu, jumlah volume transaksi pada periode yang sama turut mencatat pertumbuhan lebih 81% jika dibandingkan dengan posisi Desember 2023 atau year to date [ytd],” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (16/7/2024).
Kata Ali, pencapaian ini tidak terlepas dari beragam strategi dan inovasi yang secara aktif dilakukan perseroan. Salah satunya melalui program promosi dengan berbagai penawaran menarik yang dapat dinikmati di berbagai merchant pilihan.
Tidak hanya itu, Ali menyebutkan bahwa Bank Mandiri juga terus mengembangkan fitur pembayaran yang lebih variatif untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi nasabah. Seperti penambahan fitur pembayaran melalui Virtual Account (VA) di merchant e-commerce.
BCA juga membukukan tren kinerja bisnis buy now pay later yang positif. Perseroan juga terus melakukan pengembangan inovasi atas fitur ini.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan pertumbuhan pengguna Paylater mencapai 108% dan outstanding menembus 94% per Mei 2024. "Inovasi produk rutin kita lakukan. Kita saat ini ada grup-grup kecil yang mempermudah setiap inovasi bisa dilalukan dan di-exercise dengan lebih baik," ujarnya dalam Outlook Ekonomi Semester II 2024, Senin (15/7/2024).
Hera mengatakan saat ini inovasi produk paylater masih terus dikaji dengan menyesuaikan kebutuhan market. "Biasanya kita ada pilot project, uji coba, aman enggak, relevan enggak. Jadi, selalu kita lakukan update produk dan layanan," ujarnya.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan melihat dengan semakin banyaknya bank yang masuk ke bisnis paylater, potensi untuk menggantikan kartu kredit akan semakin besar.
“Persaingan bisnis paylater akan semakin ketat seiring dengan masuknya bank-bank besar. Potensi paylater untuk menggantikan kartu kredit juga semakin besar,” kata Trioksa.
Dengan semakin banyaknya jumlah pemain, Trioksa menyebut bahwa pemain baru juga perlu menyiapkan strategi supaya dapat diterima masyarakat. Beberapa di antaranya yakni dengan memberikan promo untuk menarik konsumen baru.
Kendati demikian, perlindungan konsumen juga diperlukan kala bisnis paylater semakin ketat. Diketahui saat ini masih belum ada aturan khusus terkait dengan bisnis paylater.
Menurut Trioksa, peraturan khusus paylater idealnya dapat melakukan pengawasan agar konsumen tetap terlindungi dan bisnis paylater dapat berjalan normal dan dikembalikan kepada selera pasar. “Sepanjang konsumen terlindungi menurut saya, bisnis paylater dapat terbuka lebar,” ungkapnya.
Senada, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda pun melihat bahwa pembiayaan melalui kartu kredit kemungkinan akan semakin ditinggalkan.
Dia melihat bahwa konsumsi masyarakat ke depan akan terdorong dari konsumsi leisure masyarakat yang terus meningkat. Konsumsi leisure tersebut berkaitan dengan konsumsi gadget, hotelling, dan transportasi.
“Jika melihat data ke belakang, pertumbuhan konsumsi leisure ini lebih cepat dibandingkan dengan konsumsi nonleisure. Pengeluaran masyarakat untuk leisure akan semakin tinggi, terutama untuk gen Milenial dan Z. Ditambah lagi sektor teknologi informasi yang tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonom nasional,” kata Huda.
Huda mengatakan konsumsi pembiayaan pun akhirnya berubah dari konvensional ke berbasis pembiayaan berbasis digital. Seperti halnya paylater yang menjadi salah satu metode pembiayaan yang banyak digemari oleh masyarakat.
Huda mengatakan banyak perbankan yang berbondong-bondong yang masuk ke bisnis paylater karena memang menarik pasarnya. Setelah masuknya paylater ke dalam superapp BCA dan Bank Mandiri, dia yakin bahwa semakin banyak bank yang tertarik.
Oleh sebab itu, bisnis pay later pertumbuhannya akan positif ke depan. Terutama untuk paylater yang terhubung dengan layanan digital. “Saya rasa mereka akan lebih unggul dibandingkan dengan lainnya,” imbuhnya.
Optimistis Bisnis Kartu Kredit
Di sisi lain, Bank Danamon (BDMN) masih meyakini bisnis kartu kredit bakal moncer pada tahun ini meskipun harus bersaing ketat dengan paylater.
Bank Danamon sendiri telah menyiapkan bekal untuk bertarung di segmen kredit tanpa jaminan itu dengan mengakuisisi portofolio Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI).
Consumer Lending Business Head of Bank Danamon Enriko Sutarto mengatakan perseroan menargetkan pertumbuhan bisnis kartu kredit 15% sampai 20% pada tahun ini. Adapun, pada kuartal II/2024, bisnis kartu kredit Bank Danamon telah tumbuh di kisaran 10% sampai 15%. Perusahaan optimistis target pertumbuhan bisnis kartu kredit bisa tercapai.
Dia menambahkan peluang pertumbuhan transaksi kartu kredit pada tahun ini terbuka lebar. Adapun, Bank Danamon akan memaksimalkannya melalui berbagai cara.
"Pada dasarnya kami lihat di market, kami disuport fitur-fitur andalan di kartu kredit. Inisiatif portofolio Standard Chartered juga membuka peluang cross selling," ujar Enrico.
Bank Danamon juga manfaatkan ekosistem pemegang saham pengendalinya dari Jepang yakni Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG).