Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MNC Bank Hingga Danamon Tantang Paylater dengan Bisnis Kartu Kredit

Sejumlah bank kembali berlomba meningkatkan bisnis kartu kredit mereka tahun ini, meskipun harus bersaing dengan layanan paylater.
Ilustrasi tarik tunai lewat EDC/Istimewa
Ilustrasi tarik tunai lewat EDC/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah bank, dari yang kecil hingga yang besar, kembali berlomba meningkatkan bisnis kartu kredit mereka tahun ini, meskipun harus bersaing dengan layanan paylater. Salah satu bank kecil yang menggenjot bisnis kartu kredit adalah PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP).

Presiden Direktur MNC Bank, Rita Montagna, menyatakan bahwa perseroan tetap optimistis terhadap potensi bisnis kartu kredit. "Ke depannya, kami sangat yakin kartu kredit akan tumbuh signifikan. Bisnis kartu kredit di MNC Bank juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dari waktu ke waktu," ujarnya setelah acara seremoni penandatanganan perjanjian kerja sama program Kartu Kredit Co-Branding dengan PT Citilink Indonesia (Citilink) pada Selasa (23/7/2024) di MNC Bank Tower, Jakarta.

Untuk mendukung pertumbuhan tersebut, MNC Bank mengandalkan strategi kemitraan. Langkah terbaru adalah kerja sama dengan Citilink dalam program Kartu Kredit Co-Branding. MNC Bank juga merencanakan kerja sama dengan mitra lainnya. "Kami juga menyiapkan partner baru yang cukup besar. Kami berharap bisa merealisasikannya tahun ini sehingga pertumbuhannya signifikan. Kami ingin tidak hanya tumbuh dalam jumlah kartu, tetapi juga dalam seberapa besar pengeluaran nasabah," kata Rita.

Strategi lain yang digunakan MNC Bank untuk mendongkrak bisnis kartu kredit adalah pemanfaatan ekosistem MNC Group. "Masing-masing entitas bisnis di grup memiliki nasabah masing-masing yang membutuhkan layanan keuangan. Kami memanfaatkan referensi dan kemitraan dari mereka," tambah Rita.

Dengan berbagai strategi ini, MNC Bank berharap dapat mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan bisnis kartu kreditnya di tengah persaingan dengan layanan paylater.

Bank kelas kedua atau KBMI III seperti PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) pun turut menggenjot bisnis kartu kreditnya tahun ini. BDMN optimistis bisnis kartu kredit akan moncer pada tahun ini, terlebih BDMN telah mengakuisisi portofolio Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI).

Bank Danamon memang telah merampungkan aksi akuisisi terhadap SCBI pada akhir 2023. Bank Danamon pun resmi mengambil alih portofolio bisnis konsumer SCBI seperti kartu kredit hingga kredit pemilikan rumah (KPR).

Consumer Lending Business Head of Bank Danamon Enriko Sutarto mengatakan perseroan menargetkan pertumbuhan bisnis kartu kredit 15% sampai 20% pada tahun ini. Adapun, pada kuartal II/2024, bisnis kartu kredit Bank Danamon telah tumbuh di kisaran 10% sampai 15%.

Bank Danamon optimistis target pertumbuhan bisnis kartu kredit bisa tercapai. "Karena ada dukungan inisiatif pembelian portofolio Standard Chartered," katanya dalam acara Opening Ceremony dan Press Conference DXPO by Danamon pada pekan lalu (18/7/2024).

Ia mengatakan peluang pertumbuhan transaksi kartu kredit pada tahun ini terbuka lebar. Adapun, Bank Danamon akan memaksimalkannya melalui berbagai cara.

"Pada dasarnya kami lihat di market, kami di-suport fitur-fitur andalan di kartu kredit. Inisiatif portofolio Standard Chartered juga membuka peluang cross selling," ujar Enrico.

Bank Danamon juga manfaatkan ekosistem pemegang saham pengendalinya dari Jepang yakni Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG).

Bank di KBMI III lainnya yakni Bank Mega Tbk. (MEGA) pun menyiapkan sejumlah strategi guna mendongkrak bisnis kartu kreditnya. Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan perseroan bakal mengandalkan kerja sama di dalam ekosistem CT Group demi meningkatkan bisnis kartu kredit 

“Kartu kredit Bank Mega memiliki banyak manfaat yang mampu meningkatkan interest income maupun fee based income,” ucapnya. 

Wakil Direktur Utama Bank Mega Diza Larentie juga sempat melaporkan bahwa Bank Mega kerap meraih 10.000 pengguna baru kartu kredit dalam sebulan. Dengan demikian, perseroan optimistis bisa menjaring 120.000 pengguna kartu kredit baru hingga akhir 2024.

Bank-bank jumbo tak mau ketinggalan. Bulan lalu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya meluncurkan produk Co-Branding Kartu Kredit BRI-Samsung. Produk tersebut diproyeksikan bisa mendorong transaksi tumbuh dobel digit dengan pengguna tembus 100.000.

Card, Digital Lending & Asset Product Development Division Head BRI Dewi Andjarsari mengatakan transaksi kartu kredit BRI hingga pertengahan tahun tumbuh 30%, jauh di atas industri yang hanya 12%-15%. Menurutnya, hal ini terdorong oleh daya beli masyarakat yang kian membaik. 

Sementara itu, bank jumbo lainnya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) membidik pertumbuhan kartu kredit mencapai dobel digit, yakni 25% hingga akhir 2024.

SVP Credit Cards Group Bank Mandiri Erin Young menilai bisnis kartu kredit masih potensial bagi perbankan, bahkan Bank Mandiri terus berinovasi dengan mengikuti kebutuhan nasabah.

Saat ini tercatat, sales volume kartu kredit di Bank Mandiri sudah bertumbuh di atas 20%. Adapun, per April 2024 jumlah pengguna kartu kredit Bank Mandiri sudah mencapai dua juta nasabah dengan baki debet tumbuh 18%.

Menurut Erin, lifestyle menjadi pendorong pertumbuhan penggunaan kartu kredit. Kemudian, pertumbuhan kartu kredit yang pesat juga terdorong dari transaksi restoran alias kuliner, travelling termasuk hotel dan perjalanan.

Dalam menggenjot pertumbuhan bisnis kartu kredit hingga akhir 2024, perseroan misalnya melakukan kolaborasi dengan menyajikan berbagai program menarik di rangkaian Mandiri JCB Precious Festival 2024.

Persaingan Kartu Kredit dengan Paylater

Pengamat Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan bisnis kartu kredit masih potensial bagi perbankan, ini tercermin dari bagaimana penerbit kartu kredit berlomba menjalankan strategi mengikuti kebutuhan nasabah. 

“Meningkatnya kebutuhan kartu kredit jenis ini seiring tren belanja online, transportasi online, hingga keandalan digitalisasi perbankan yang menghubungkan kartu kredit dengan gaya hidup belanja online berbasis QRIS,” katanya beberapa waktu lalu.

Secara industri, mengacu statistik sistem pembayaran dan infrastruktur pasar keuangan (SPIP) Bank Indonesia (BI), nilai transaksi kartu kredit tumbuh 5,09% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp36,12 triliun pada Maret 2024. Jumlah transaksi kartu kredit juga naik 14,13% yoy menjadi 36,73 juta transaksi.

Adapun, jumlah kartu kredit yang beredar mencapai 18,13 juta unit pada Maret 2024 naik 4,31% yoy dibandingkan Maret 2023 sebanyak 17,38 juta unit.

Namun, bisnis kartu kredit dihadapkan pada persaingan dengan paylater. Sementara, bisnis paylater tumbuh lebih pesat dibandingkan kartu kredit. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding piutang pembiayaan paylater mencapai Rp6,13 triliun per Maret 2024. Angka tersebut meningkat 23,90% yoy.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan pesaing berat kartu kredit saat ini memang paylater, termasuk yang juga dirilis perbankan.

Awalnya bisnis paylater marak dikembangkan oleh platform digital seperti Kredivo, GoPay, ShopeePay, hingga Traveloka. Namun, kini bank-bank pun memilih untuk menyertakan bisnis tersebut di platform digitalnya.

PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya telah meluncurkan produk paylater di mobile banking yakni Paylater BCA pada September 2023. Mengacu website bca.co.id, produk Paylater BCA merupakan fasilitas kredit yang dapat digunakan sebagai alternatif pembayaran melalui scan QRIS di aplikasi myBCA.

Bank Mandiri juga meluncurkan fitur paylater pada akhir tahun lalu di platform digital Livin' by Mandiri.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) hingga PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) pun berencana mengembangkan fitur paylater di platform digital mereka.

“Jadi, sulit apabila bank hanya mengandalkan kartu kredit,” ujar Amin kepada Bisnis.

Ke depan, menurut Amin, bisnis kartu kredit akan makin tertinggal, hal ini karena paylater menawarkan berbagai keunggulan yang tidak dimiliki oleh kartu kredit, mulai dari risiko keamanan yang cenderung termitigasi, pencairan dalam waktu singkat, hingga limit yang tak kalah besar.

“Produk kerja sama [kartu kredit] juga sekarang lebih banyak di e-commerce. Padahal, risiko cukup besar apabila kita membagi nomor kartu kredit dan CVV di jaringan internet, dibanding paylater yang memang secara risiko lebih rendah, prosesnya sederhana, tidak berbeli-belit, serta efisien,” katanya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper