Bisnis.com, JAKARTA— Jelang masa transisi pelonggaran suku bunga acuan, ramalan terbaru tentang tanda-tanda penurunan suku bunga acuan mulai beredar di tengah dampak suku bunga mahal yang membuat likuiditas ketat.
Artikel bertajuk Ramalan Suku Bunga Acuan dan Perebutan Dana menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini sorotan utama Bisnisindonesia.id, Jumat (26/7/2024)
Ramalan Suku Bunga Acuan dan Perebutan Dana
Jelang masa transisi pelonggaran suku bunga acuan, ramalan terbaru tentang tanda-tanda penurunan suku bunga acuan mulai beredar di tengah dampak suku bunga mahal yang membuat likuiditas ketat.
Dari kalangan perbankan, momen penurunan suku bunga acuan turut dinantikan. Salah satu bank terbesar di Tanah Air, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) pun memproyeksikan bahwa (Bank Indonesia) memiliki peluang menurunkan suku bunga acuan pada tahun ini.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan BI tak bisa mengambil keputusan pelonggaran suku bunga acuan secara mandiri. Menurutnya, BI tetap mempertimbangkan sinyal dari bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve.
“Nah, kalau hal itu terpenuhi setelah the Fed menurunkan bunga di September, [maka] BI bisa saja menurunkan bunga,” ujarnya dalam Konferensi Pers Paparan Kinerja Semester I/2024, Rabu (24/7/2024).
Seperti diketahui, Federal Reserve atau the Fed masih berhati-hati memulai siklus pelonggaran moneter. Alasannya, inflasi yang melandai masih bertengger pada level 3% atau lebih tinggi dari target, 2%. Namun, pelaku pasar telah memperhitungkan kemungkinan The Fed memangkas suku bunga acuan pada pertemuan yang digelar September 2024.
Beda Arah Rapor BTN, BRI, dan BCA
Tiga bank, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menunjukkan perbedaan laba bersih pada semester I/2024 di tengah iklim suku bunga tinggi.
Adapun, BTN membukukan laba bersih senilai Rp1,5 triliun pada semester I/2024. Raihan laba tersebut naik 1,9% dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY), yaitu Rp1,47 triliun. Kinerja ini lebih baik dari realisasi pada semester I/2023 dengan pertumbuhan 0,23% YoY.
Kemudian, BRI menutup enam bulan pertama 2024 dengan realisasi laba bersih Rp29,92 triliun atau tumbuh 0,95% YoY. Berbeda dengan BTN, BRI merealisasikan pertumbuhan laba bersih yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada semester I/2023 sebesar 18,8% YoY.
Senada, BCA mengakhiri semester I/2024 dengan perolehan laba bersih Rp26,9 triliun atau tumbuh 11,1%. Realisasi pertumbuhan laba bersih BCA pada periode kali ini lebih terbatas dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan laba bersih pada semester I/2023 dengan 34% YoY.
Dalam keterangan resminya, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan di tengah kondisi ekonomi global yang sangat menantang, BTN tetap dapat menorehkan kinerja yang positif sepanjang semester I/2024.
Tantangan Industri Migas RI di Era Transisi Energi
Tren transisi energi dalam upaya mencapai target nol emisi karbon (NZE) pada 2060 telah membawa dampak signifikan terhadap industri minyak dan gas bumi Tanah Air. Tingginya biaya investasi dan kurangnya pemahaman atas perubahan pemanfaatan energi tersebut menjadi tantangan tersendiri.
Hal itu lah yang menjadi salah satu poin dalam white paper terbaru berjudul Indonesia’s Net Zero Emissions Journey: The Impact of Clean Energy Targets on the Oil & Gas Industry, yang dirilis YCP Group.
White paper yang dirilis perusahaan konsultan yang mengkhususkan diri dalam layanan manajemen dan investasi utamanya di Asia tersebut mengeksplorasi transformasi industri migas Indonesia dalam menghadapi tantangan dari permintaan migas yang terus meningkat dan pengurangan emisi saat beralih menuju energi terbarukan.
Secara keseluruhan, publikasi YCP tersebut mengulas tentang tantangan, kesenjangan, dan solusi potensial dalam transisi industri menuju keberlanjutan sekaligus menyediakan peta jalan terperinci untuk perkembangan pasar di masa depan.
Menyibak Kinerja Lesu Ekspor Produk Perikanan
Kinerja produk perikanan mengalami perlambatan pada semester I/2024. Meski tumbuh, ekspor komoditas hasil kelautan RI ke sejumlah negara malah melempem.
Laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat nilai ekspor produk perikanan pada paruh pertama tahun ini mencapai US$2,71 miliar atau setara Rp44,24 triliun. Angka ini meningkat 1% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Amerika Serikat masih menjadi negara utama tujuan ekspor produk perikanan Indonesia dengan nilai ekspor mencapai US$889,39 juta. Namun, nilai ekspor tersebut turun sebesar 7,5% dibanding periode yang sama tahun lalu.
“Kalau lima negara [terbesar tujuan ekspor] tetap Amerika Serikat kita walaupun turun dibanding tahun lalu,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut KKP Hendra Yusran Siri dalam konferensi pers kinerja KKP semester I/2024 di Kantor KKP, Rabu (24/7/2024).
Menurunnya nilai ekspor produk perikanan ke AS pada semester I/2024 disebabkan oleh hambatan non tarif yang diterapkan AS terhadap produk udang beku Indonesia.
Selain itu, China yang menjadi negara utama terbesar kedua tujuan ekspor mencatatkan transaksi hingga US$556,04 juta, diikuti Asean US$353,93 juta, Jepang US$285,47 juta, dan Uni Eropa US$193,35 juta. Penurunan nilai ekspor juga terjadi untuk pengiriman ke Jepang.
Menerka Prospek Pasar Rumah Seken di Jakarta Setelah Ibu Kota Pindah
Seiring rencana pemindahan Ibu Kota ke Nusantara Kalimantan Timur, pasar properti Jakarta masih menjadi salah satu pilihan utama bagi pencari rumah seken, terutama dengan beragamnya suplai dan aksesibilitas yang baik.
Ketua Umum Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong mengatakan dalam jangka pendek pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Nusantara Kalimantan Timur akan berdampak pada sedikit penurunan harga residensial seken di Jakarta.
Namun, harga properti seken di Jakarta akan kembali meningkat. Hal ini seiring beralih fungsi Jakarta dari pusat pemerintahan menjadi pusat bisnis. “Beberapa gedung pemerintahan di kawasan yang dekat CBD akan beralih fungsi menjadi komersial. Sebagai kota bisnis, Jakarta akan semakin nyaman,” ujarnya, Kamis (25/7/2024).
Ketua Dewan Pengurus Daerah AREBI Jakarta Hengkie Husada berpendapat pemindahan Ibu Kota dalam jangka pendek ini tidak akan terlalu berdampak pada harga dan permintaan rumah di Jakarta. Hal ini karena pemindahan Ibu Kota dilakukan secara bertahap.
Dalam jangka panjang, pemindahan ibu kota ini akan berdampak positif bagi kota Jakarta karena kemacetan akan berkurang sehingga waktu tempuh makin cepat dan polusi juga menurun. “Terlebih lagi nanti saat MRT tahap kedua dari Bundaran HI sampai Stasiun Kota sudah beroperasi tentu akan membuat makin nyaman bagi warga Jakarta.”