Bisnis.com, JAKARTA - Konglomerat Chairul Tanjung melalui PT Mega Corpora secara langsung maupun tidak langsung menguasai lima bank di Tanah Air. Lantas, bagaimana arah kinerja sederet bank pada enam bulan pertama alias semester I/2024?
Untuk diketahui, crazy rich ini memiliki tiga bank yang berstatus anak usaha yakni PT Bank Mega Tbk. (MEGA), PT Bank Mega Syariah, serta PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI).
Tak hanya itu, Chairul Tanjung melalui Mega Corpora juga terpantau menggenggam kepemilikan saham di beberapa bank daerah, seperti di Bank Sulteng yang memiliki 24,9% saham dan menggenggam sebanyak 24,82% di Bank Sulutgo.
Lalu bagaimana kinerja bank dalam konglomerasi Chairul Tanjung:
1. Laba Bank Mega (MEGA)
Baca Juga
PT Bank Mega Tbk. (MEGA) meraup laba bersih Rp1,22 triliun pada semester I/2024, turun 37,67% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan dengan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp1,97 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan, penurunan laba Bank Mega didorong oleh penyusutan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar 8,08% yoy menjadi Rp2,69 triliun pada kuartal II/2024.
Margin bunga bersih MEGA pun turun 37 basis poin (bps) menjadi 4,98% per Juni 2024, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,35%.
Pada saat yang sama, ada juga peningkatan pada CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang tercermin dari impairment yang ikut membuat membuat laba perseroan tergerus. Impairment MEGA pada semester I/2024 tercatat sebesar Rp117 miliar, naik 35,46% YoY dari posisi Rp86,81 miliar pada semester I/2023.
Beban operasional bank juga membengkak dari Rp495,98 miliar pada Juni 2023 menjadi Rp1,19 triliun pada Juni 2024.
Alhasil, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pun naik dari 62,62% pada Juni 2023 menjadi 74,99% pada Juni 2024. Semakin naik rasio BOPO menunjukkan semakin tidak efisiennya perbankan dalam menjalankan usahanya.
Dari sisi intermediasi, Bank Mega telah menyalurkan kredit Rp64,11 triliun, turun 12,25% yoy. Aset bank pun turun dari Rp129,24 triliun, menjadi Rp128,08 triliun.
Selanjutnya, dari segi pendanaan, Bank Mega telah meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp89,48 triliun, turun 6,73% yoy. Namun, raupan dana murah atau current account saving account (CASA) Bank Mega melesat 28,36% yoy menjadi Rp30,96 triliun.
Corporate Secretary Bank Mega Christiana M. Damanik mengatakan persaingan tingkat suku bunga di pasar sampai saat ini masih menjadi tantangan tersendiri bagi bank, yang berdampak pada pada biaya dana atau cost of fund Bank pada semester I/2024.
Selain itu, terdapat kenaikan biaya operasional pada beberapa pos, sehingga kondisi tersebut berpengaruh terhadap kinerja Bank Mega per Juni 2024.
“Ke depan, Bank Mega akan terus berupaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya,” ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu (8/8/2024).
Dari sisi pertumbuhan DPK, kata Christiana, perseroan akan lebih fokus pada pertumbuhan dana ritel, khususnya pada CASA agar dapat menekan biaya dana (CoF), yang antara lain dilakukan dengan cara meningkatkan optimalisasi jaringan cabang dalam penghimpunan dana ritel dan melanjutkan program loyalty (Program Undian Meriah Bareng Mega) untuk meningkatkan tabungan.
Selanjutnya, dalam upaya peningkatan kredit, Bank Mega akan fokus pada pembiayaan sindikasi, pembiayaan Bilateral dan indirect channel.
"Pada pembiayaan sindikasi, Bank Mega akan bekerjasama dengan bank-bank yang aktif dalam pembiayaan sindikasi," ujarnya.
2. Allo Bank (BBHI)
Bank digital PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) milik Chairul Tanjung ini melaporkan telah membukukan laba senilai Rp200,59 miliar pada semester I/2024.
Mengutip laporan keuangan, laba BBHI itu turun 7,24% yoy dibandingkan periode Juni 2023 yang sebesar Rp216,26 miliar. Sebenarnya BBHI mencatatkan peningkatan NII sebesar 7,46% yoy menjadi Rp528,61 miliar per Juni 2024 dari Rp491,94 miliar pada Juni 2023.
Kemudian bank juga membukukan pendapatan berbasis komisi alias fee based income yang naik 115,36% yoy menjadi Rp10,77 miliar per Juni 2024 dari sebelumnya Rp5 miliar. Lalu, pendapatan lainnya tumbuh 333,31% yoy menjadi Rp66,34 miliar dari sebelumnya Rp15,31 miliar.
Namun, pada saat yang sama kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) mengalami kenaikan 84,09% yoy menjadi Rp30,99 miliar dari sebelumnya Rp16,83 miliar.
Sejumlah beban mengalami peningkatan, mulai dari tenaga kerja yang naik 18,23% yoy menjadi Rp83,83 miliar. Kemudian, beban promosi naik 6,89% yoy menjadi Rp85,62 miliar disusul oleh beban lainnya yang membengkak 41,31% yoy menjadi Rp144,83 miliar.
Dari sana, beban operasional lainnya pun kian meningkat menjadi Rp268,36 miliar atau naik 26,2% yoy dari periode yang sama tahun lalu Rp212,64 miliar. Hal ini akhirnya menekan laba operasional BBHI yang susut 6,82% yoy menjadi Rp260,25 miliar.
Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo melaporkan bahwa bisnis inti Allo Bank tetap kuat dan pihaknya optimistis terhadap terkait kinerjanya tahun ini.
“Namun demikian, biaya operasional mengalami kenaikan 24% yoy dari Rp253 miliar ke Rp314 miliar. Sebagai bank umum berbasis digital, Allo Bank banyak melakukan pengembangan Teknologi Informasi,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (8/8/2024).
Hal ini, kata Indra, dilakukan untuk mendukung strategi pengembangan produk, layanan dan customer engagement/experience (Good Costs).
Dia merinci bahwa belum lama ini, BBHI telah menyelesaikan pembangunan Data Center sebagai tulang punggung infrastruktur TI yang baru, di samping terus melakukan pengembangan TI lainnya.
Di samping itu, bank juga terus menerus mengantisipasi kondisi rawan terhadap kejahatan cyber crime yang dapat mempengaruhi pendapatan dan reputasi bank melalui peningkatan sistem keamanan digital secara komprehensif.
Pihaknya juga melakukan peningkatan kualitas SDM agar lebih kompeten dalam upaya pengembangan layanan dan penguatan pelindungan data nasabah.
“Ke depan, kami akan terus meningkatkan cost discipline dalam aspek-aspek operasional kami,” ujarnya.
3. Bank Mega Syariah
PT Bank Mega Syariah mencatatkan laba bersih mencapai Rp88,44 miliar pada semester I/2024. Capaian ini turun 36,01% yoy atau secara tahunan ketimbang perolehan tahun sebelumnya sebesar Rp138,21 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, penurunan laba bank didorong oleh penyusutan pendapatan setelah distribusi bagi hasil 20,42% yoy menjadi Rp301,87 miliar per Juni 2024, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp379,312.
Apabila dirinci, pendapatan dari penyaluran dana ini turun 6,46% yoy menjadi Rp574,15 miliar dari Rp613,78 miliar. Lalu, bagi hasil untuk pemilik dana investasi pun membengkak sebesar 16,13% yoy menjadi Rp272,28 miliar.
Net operation margin (NOM) Bank Mega Syariah juga susut dari 2,06% pada Juni 2023 menjadi 1,44% pada Juni 2024. Bank Mega Syariah juga mencatatkan penurunan pendapatan berbasis komisi 4,08% yoy menjadi Rp17,68 miliar. Lalu, pendapatan lainnya pun susut 4,61% yoy menjadi Rp22,03 miliar.
Alhasil, laba operasional kian tertekan dengan turun 36,56% yoy menjadi Rp110,38 miliar pada Juni 2024 dari sebelumnya Rp173,99 miliar pada Juni 2023.
4. Bank Sulteng
PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah atau Bank Sulteng mencatatkan laba Rp132,33 miliar per semester I/2024, turun 4,99% yoy dari periode yang sama tahun lalu Rp139,28 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan, sebenarnya pendapatan bunga bersih (NII) mencatatkan kenaikan 5,01% yoy menjadi Rp316,1 miliar per Juni 2024 dari Rp301,01 miliar per Juni 2023.
Akan tetapi, pada saat yang sama, pendapatan lainnya hanya mencapai Rp37,36 miliar, susut 30,81% yoy ketimbang sebelumnya Rp53,99 miliar. Kemudian, beban lainnya pun meningkat 19,25% yoy menjadi Rp101,45 miliar dari sebelumnya Rp85,08 miliar.
Dari sini, beban operasional selain bunga bersih harus membengkak sebesar 19,47% yoy menjadi Rp145,9 miliar dari Rp122,13 miliar. Alhasil, laba operasional tertekan 4,85% yoy menjadi Rp170,2 miliar dibanding sebelumnya Rp178,88 miliar.
5. Bank Sulutgo
PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara Gorontalo atau Bank Sulutgo (BSG) mencatatkan laba Rp120,79 miliar pada paruh pertama 2024. Capaian tersebut turun 16,87% yoy dari sebelumnya Rp145,31 miliar pada semester I/2023.
Berdasarkan laporan keuangan, papatan bunga bersih (net interest income/NII) mencatatkan kenaikan tipis 0,11% yoy menjadi Rp620,81 miliar.
Bank Sulutgo juga sebenarnya mencatatkan pendapatan berbasis komisi alias fee based income menjadi Rp52,29 miliar, tumbuh 37,54% yoy dari sebelumnya Rp38,02 miliar. Kemudian, penapatan lainnya naik 5,73% menjadi Rp68,73 miliar.
Namun, kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment) membengkak hingga 49,44% yoy menjadi Rp18,4 miliar dari sebelumnya Rp12,31 miliar. Sejumlah beban juga mencatatkan kenaikan, misal beban tenaga kerja naik 10,84% yoy menjadi Rp369,3 miliar dan beban lainnya yang menjadi Rp196,86 miliar naik 8,38% yoy.
Rasio Usaha Bank Milik Chairul Tanjung
Adapun, dari kalangan BPD, yakni Sulutgo dan Sulteng sendiri masih mencatatkan tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) paling tinggi per semester I/2024 dibanding ketiga bank milik CT lainnya.
Misal, Bank Sulteng yang mencatatkan ROE ke level 19,11% per Juni 2024, meski turun 242 basis poin (bps) dari 21,53% per Juni 2023, akan tetapi angka ini masih menjadi yang paling tinggi disusul oleh Bank Sulutgo yang mencatatkan ROE 14,22% turun dari sebelumnya 17,28%.
Kemudian, ROE MEGA sendiri turun ke level 13,12% per Juni 2024 dari sebelumnya 20,12% per Juni 2023. Meski mengalami penyusutan 700 bps, ROE ini masih unggul dan berada di urutan ketiga terbesar.
Untuk diketahui, makin tinggi nilai ROE, maka semakin baik kinerja bank dalam menghasilkan laba bersih. Rasio ini menunjukkan tingginya keuntungan yang dihasilkan oleh bank dari setiap nilai yang diinvestasikan pemegang sahamnya.
Setelah Bank Mega, Bank Mega Syariah menduduki posisi dengan raihan ROE tertinggi keempat yang mencapai 6,93% per Juni 2024 dari sebelumnya 11,65% per Juni 2023. Lalu, capaian Bank Mega Syariah diikuti oleh si bungsu yakni Allo Bank, di mana ROE berada di level 5,93% dari sebelumnya 6,65%.