Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah era suku bunga tinggi, pergerakan rerata suku bunga kredit cenderung flat, sedangkan pada saat yang sama beban bunga bank meningkat seiring dengan suku bunga acuan (BI Rate). Hal ini pun berdampak pada margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan.
Berdasarkan Analisis Uang Beredar yang diterbitkan Bank Indonesia (BI), pada Juni 2024 suku bunga kredit relatif stabil, sedangkan suku bunga simpanan tercatat meningkat.
Rata-rata tertimbang suku bunga kredit per Juni 2024 sebesar 9,25%, relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara, suku bunga simpanan berjangka meningkat pada tenor 1, 3, dan 24 bulan.
Masing-masing sebesar 4,68%; 5,34%; dan 4,20% pada Juni 2024. Sementara, pada Mei 2024 tercatat sebesar 4,64%; 5,31%; dan 4,10%.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pada Juni 2024, NIM perbankan mengalami penyusutan secara tahunan (year on year/YoY) atau jika dibandingkan dengan Juni 2023.
Per Juni 2024, NIM perbankan dalam negeri tercatat 4,57%, sedangkan pada Juni tahun lalu sebesar 4,8%. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pergerakan rata-rata suku bunga kredit cenderung stabil dengan bunga kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumtif (KK) menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Baca Juga
"Hal ini disebabkan prioritas bank untuk tetap menjaga kualitas kredit. Adapun, margin bunga bersih alias net interest margin mengalami tren penyusutan," ujarnya dalam RDK Bulanan pada Senin (5/8/2024).
Itu menunjukkan, perbankan memilih untuk menahan kenaikan suku bunga kredit untuk mengantisipasi peningkatan kredit bermasalah di saat terdapat tekanan beban bunga dari suku bunga simpanan yang terkerek seiring dengan kenaikan bunga acuan.
Pendanaan bank juga semakin mahal karena adanya perebutan dana murah di pasar saat suku bunga global masih tinggi. Dari sini, sejumlah bank pun melakukan revisi atas target laba pada akhir tahun.
Meskipun demikian, kata Dian, sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB) revisi dari bank, margin bunga bersih pada akhir 2024 diproyeksikan masih tergolong stabil dibandingkan dengan NIM pada semester I/2024.
Menurutnya, ini tecermin oleh capaian realisasi laba perbankan pada Juni 2024 yang lebih baik dibandingkan dengan proyeksi pada awal tahun.
“Dengan optimisme bahwa penyaluran kredit perbankan di 2024 masih cukup tinggi dengan pencapaian double digit, pertumbuhan kinerja perbankan pada tahun 2024 diharapkan tetap terjaga baik meskipun mungkin tidak setinggi tahun lalu,” ujar Dian.
Menanggapi tren penurunan NIM perbankan, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyebut bahwa tren penurunan tersebut tak terlepas dari berbagai isu, di antaranya perebutan likuiditas dan perlambatan kredit.
“Perebutan likuiditas itu menjadi suatu hal yang penting bagi perbankan untuk mengumpulkan dana pihak ketiga,” katanya kepada Bisnis, Selasa (6/8/2024).
Trioksa memaparkan, persaingan perebutan dana pihak ketiga itu memaksa bank untuk lebih kompetitif dalam memberikan penawaran bunga kepada pihak nasabah.
Dia berpendapat bahwa hal tersebut menjadi faktor utama yang membuat NIM perbankan sedikit tergerus dibandingkan dengan periode sebelumnya. Selain itu, Trioksa juga melihat bahwa kinerja bank dari segi kredit mulai mengalami perlambatan, terutama untuk ekspansi.
“Karena kondisi global dan juga daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Di satu sisi bank memperebutkan dana pihak ketiga, sehingga suku bunganya harus kompetitif. Di sisi lain, ekspansi kredit itu agak terhambat, apalagi jika menaikkan bunga kredit,” tandasnya.
Dari sisi pemain, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Nixon L.P. Napitupulu mengatakan bahwa perseroan memutuskan untuk lebih realistis dalam menetapkan target pertumbuhan laba tahun ini.
BTN pun menurunkan target pertumbuhan laba dari semula 10%-11% menjadi sekitar 1%. Nixon mengatakan bahwa langkah ini diambil perseroan, karena kebijakan suku bunga global higher for longer tidak sesuai dengan prediksi.
“Saya mending turunkan [target laba], tetapi saya bisa deliver, daripada saya janjikan, tetapi saya tidak bisa deliver. Jadi, saya mesti realistis. Cost of fund [biaya dana] ini kan naik terus,” katanya, Rabu (31/7/2024)
Meski begitu, Nixon mengatakan bahwa cost of fund BTN kian menurun hingga kini berada sudah berada pada level di bawah 4%. Menurutnya, kondisi bisnis bank akan jauh membaik jika suku bunga acuan mulai turun.
Seiring dengan adanya sinyal pemangkasan suku bunga acuan, saat ini perseroan berstrategi dengan melakukan restrukturisasi pengelolaan pendanaan. “Kemudian kita buat satu engine baru namanya Prospera, di bawah Prioritas, tapi di atas regular. Jadi, baru dikelola sudah naik 20%. Nah itu upaya yang kita lakukan, sehingga CoF turun dari 4,2% menjadi 3,9%,” jelasnya.
Senada, Corporate Secretary PT Bank Mega Tbk. (MEGA) Christiana M. Damanik mengungkapkan bahwa persaingan tingkat suku bunga di pasar sampai saat ini masih menjadi tantangan.
Selain itu, terdapat kenaikan biaya operasional pada beberapa pos, sehingga kondisi tersebut berpengaruh terhadap kinerja Bank Mega per Juni 2024. “Atas kondisi tersebut, Bank Mega telah menyampaikan Revisi Rencana Bisnis Bank [RBB] kepada OJK," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Bank Mega meraup laba bersih Rp1,22 triliun pada semester I/2024, turun 37,67% secara tahunan dibandingkan dengan laba bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp1,97 triliun.
Bank Mega akan lebih fokus pada pertumbuhan dana ritel, khususnya pada CASA agar dapat menekan biaya dana alias CoF, yang antara lain dilakukan dengan cara meningkatkan optimalisasi jaringan cabang dalam penghimpunan dana ritel dan melanjutkan program loyalty (Program Undian Meriah Bareng Mega) untuk meningkatkan tabungan.