Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa kondisi ekonomi domestik tetap kuat di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi pada triwulan I/2024.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menyebut bahwa ekonomi domestik yang tetap kuat tecermin pada indikator perbankan seperti pertumbuhan kredit hingga likuiditas bank.
“Pertumbuhan kredit bank umum masih cukup baik yaitu sebesar 12,40% [year-on-year/yoy], meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,93% [yoy],” katanya dalam keterangan tertulis Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) triwulan I/2024, dikutip Kamis (8/8/2024).
Aman menjelaskan, pertumbuhan kredit tersebut dipicu oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi yang turut didorong oleh permintaan yang solid pada pertumbuhan konsumsi, investasi, serta pengeluaran pemerintah.
Selain itu, pihaknya juga mencatat dana pihak ketiga (DPK) masih tumbuh sebesar 7,44% yoy dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 7%. Hal ini dinilai sebagai salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.
“Dalam situasi demikian, kondisi likuiditas bank umum terpantau masih cukup memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 121,05% dan 27,18%, masih jauh di atas threshold,” lanjut dia.
Baca Juga
Lebih lanjut, meskipun terjadi penurunan, OJK juga mencatat bahwa tingkat permodalan tetap solid dengan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 25,96%. Persentase tersebut lebih sedikit ketimbang tahun sebelumnya sebesar 27,09%.
Menurut Aman, penurunan tersebut didorong oleh kenaikan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit dan pasar, sejalan dengan penyaluran kredit yang tumbuh tinggi.
“Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL [non-performing loan] gross yang menurun menjadi sebesar 2,25% dan NPL net sedikit meningkat menjadi 0,77%,” tambahnya.
Dirinya lantas menyebut bahwa kinerja bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) cukup baik dengan dengan mencatatkan peningkatan DPK. Hal ini juga tecermin pada rasio permodalan dengan CAR BPR sebesar 32,60% dan CAR BPRS sebanyak 23,57%.
“Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global seperti tingkat suku bunga global yang masih tinggi, perkembangan ekonomi China, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik,” papar Aman.