Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan inklusi keuangan di Indonesia mencapai 98% pada 2045.
Saat ini, dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 mencatat tingkat inklusi keuangan di Indonesia masih 75,02%, dan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43%.
Untuk mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, OJK meluncurkan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN).
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, program GENCARKAN diharapkan dapat menjangkau seluruh kabupaten/kota dan menyasar seluruh kelompok prioritas dengan dukungan jaringan kantor PUJK yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
“End-state yang kita harapkan melalui Program GENCARKAN ini adalah indeks inklusi keuangan Nasional dapat mencapai 98% pada perayaan Indonesia Emas tahun 2045,” kata Friderica dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (23/8/2024).
Strateginya, program GENCARKAN mendorong lahirnya 2 juta Duta dan Agen Literasi dan Inklusi Keuangan yang dapat memberikan multiplier effect melalui beragam kegiatan edukasi keuangan bagi masyarakat luas.
Baca Juga
"Program GENCARKAN juga akan dilakukan secara multikanal sehingga diharapkan dapat menjangkau hingga 50 juta rakyat Indonesia,” kata Friderica.
Sebelumnya, Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengkritik upaya pemerintahan di era Presiden Jokowi dalam meningkatkan literasi keuangan Indonesia, khususnya di sektor non-bank seperti asuransi, multifinance, fintech, dana pensiun (dapen), hingga aset kripto.
“Hampir semuanya rendah kalau kita lihat, tapi memang untuk data rincinya kita belum ada. Sekilas saya lihat kripto yang saya rasa juga masih belum banyak masyarakat yang paham mengenai investasi kripto ini,” kata Nailul kepada Bisnis, Rabu (14/8/2024).
Nailul menilai tugas-tugas kementerian di kabinet Jokowi sejauh ini menurutnya belum terlalu dioptimalkan. Dia tidak melihat adanya upaya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam peningkatan literasi.
“Harusnya literasi keuangan masuk ke dalam kurikulum mulai dari SD, bukan hanya soal tabung menabung, tetapi mulai dikenalkan produk layanan keuangan lainnya,” kata Nailul.
Adapun dari data OJK 2022 menunjukkan sektor jasa keuangan dengan literasi paling kecil adalah di sektor pasar modal, yakni hanya 4,11%. Sementara dari sisi inklusi, sektor paling kecil adalah fintech yang hanya 2,56%.