Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Saham BBCA, BMRI, BBRI, BBNI di Tengah Sinyal Pemangkasan Suku Bunga

Emiten bank jumbo seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI) hingga Bank Central Asia (BBCA) mencatatkan pergerakan harga saham yang beragam.
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten bank jumbo seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) hingga PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatatkan pergerakan harga saham yang beragam. Lantas, seperti apa prospek saham big bank ke depan?

Berdasarkan RTI Business, harga saham BBCA stagnan di level 10.325 pada penutupan perdagangan Jumat (25/8/2024). Adapun, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) harga saham BBCA menguat 9,84%. 

Kemudian, harga saham BMRI pun turut parkir di level yang stagnan yaitu Rp7.050. Sayangnya, harga saham BMRI harus turun 0,35% dalam sepekan. Meski demikan, secara ytd harga saham BMRI mengalami penguatan sebesar 16,53%.

Di sisi lain, harga saham BBRI menguat 1,98% pada perdagangan Jumat (25/8/2024). Dalam sepekan, harga sahamnya pun naik 6,63%. Akan tetapi, secara ytd harga saham BBRI turun 10,04%.

Sementara itu, harga saham BBNI juga mengalami penguatan 3,32% pada Jumat (25/8/2024). Serupa, dalam sepekan harga saham BBNI parkir di zona hijau sebesar 2,83% dan secara ytd naik 1,4%.

CEO Jooara Rencana Keuangan, Gembong Suwito, mengatakan secara global, Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan sinyal kuat pemangkasan suku bunga akan segera dimulai pada September 2024.

Menurutnya, data inflasi AS yang menurun secara signifikan yaitu 2,9% pada Juli 2024, serta adanya tren kenaikan tingkat pengangguran serta melemahnya data pertumbuhan lapangan kerja alias Nonfarm payrolls (NFP) AS selama 3 bulan memberikan tekanan pada The Fed untuk segera menurunkan suku bunga acuan.

Lebih lanjut, Gembong menyebut konsensus pasar memperkirakan penurunan suku bunga akan terjadi di bulan september setidaknya 25 basis poin dengan kemungkinan 50 basis poin sampai akhir tahun 2024.

“Hal ini akan menjadi katalis positif pasar saham baik global dan domestik di Indonesia,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (25/8/2024).

Kemudian, kata Gembong, kurs rupiah yang saat ini sudah berada di kisaran Rp15.400-15.500 dari sebelumnya hampir mendekati Rp16.500, menjadi pendorong investor asing masuk di Indonesia kembali.

“Secara sentimen dan outlook dominan positif ke market Indonesia,” ucapnya. 

Lebih lanjut, dia menyampaikan soal kinerja perbankan terutama big bank secara laporan keuangan secara bottom line yaitu earnings per share (EPS) rata-rata empat bank tersebut masih mengalami pertumbuhan positif dengan range 1-11%.

“BCA mengalami kenaikan laba/EPS tertinggi dian tara big bank lainnya, dan secara revenue juga mengalami trend kenaikan,” ujarnya. 

Sementara itu, Senior Investment Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyoroti selama higher for longer diterapkan, tentu ini berpotensi terjadinya perlambatan Dana Pihak Ketiga (DPK), karena membuat likuiditas perbankan makin terbatas, alhasil perbankan menahan diri untuk ekspansi kredit.

“Jika expansionary monetary policies dilakukan, ya tentu akan memberikan implikasi positif pada potensi meningkatnyai DPK, karena ini dipengaruhi oleh peningkatan potensi likuiditas,” kata Nafan.

Dengan demikian, kata Nafan menjadikan perbankan mampu menjalankan ekspansi kredit, karena otomatis peningkatan kredit akan meningkat kalau suku bunga acuan mengalami penurunan 

Di sisi lain, Analis Maybank Sekuritas Indonesia Jeffrosenberg Chenlim dan Faiq Asad mengatakan pertumbuhan kredit industri meningkat menjadi 12,4% YoY pada semester I/2024. Namun, dengan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) yang merangkak naik menjadi 85,8% pada Juni 2024, pertumbuhan kredit kemungkinan akan melambat. 

“Akibatnya, kami mempertahankan perkiraan pertumbuhan kredit 2024 pada 10%, dengan perkiraan moderasi pada semester II/2024,” tulisnya dalam riset yang dipublikasikan (7/8/2024).

Meski demikian, pihaknya merekomendasikan dan memandang positif saham BMRI, BBCA, BRIS, BBNI, dan BBRI.

Pada riset yang sama, dilaporkan bahwa pada kuartal II/2024 terlihat adanya aliran keluar besar (major outflows) dari investor asing, akan tetapi, meski ada penarikan besar ada pula aliran masuk (inflows) dari investor asing dalam beberapa bulan terakhir,

Tercatat, investor asing sebagian besar membeli BBCA, BMRI, dan BRIS, sedangkan outflow investor asing di BBNI dan BBRI terus berlanjut.

Menurut kedua analis, jika AS mulai memangkas suku bunga, nilai tukar rupiah kemungkinan akan menguat dan membuat bank-bank Indonesia lebih menarik bagi investor asing. 

“Oleh karena itu, kami yakin bank-bank besar Indonesia dengan prospek pertumbuhan yang kuat akan memperoleh manfaat paling besar dari potensi aliran masuk dana asing [foreign inflow],” demikian isi riset tersebut.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper