Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank mulai mengubah strategi penyaluran dananya dengan memprioritaskan kredit korporasi ketimbang kredit untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam beberapa bulan ke belakang.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menjelaskan bahwa secara umum, industri perbankan saat ini tengah menahan penyaluran kredit imbas risiko yang terbilang tinggi. Hal ini bersamaan dengan terbukanya peluang penempatan dana pada instrumen lain yang dinilai lebih menguntungkan.
"Bank-bank dengan cost of fund pada kisaran 2%—3% bisa menempatkan dananya ke instrumen SBN [surat berharga negara] maupun instrumen SRBI [sekuritas rupiah Bank Indonesia]. Itu mereka sudah mendapatkan margin pada kisaran 3%—5%," katanya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Senin (9/9/2024).
Dia berpendapat bahwa kondisi itu menempatkan bank pada situasi bebas risiko. Situasi ini bertolak belakang dengan risiko yang ada pada penyaluran kredit, lebih lagi kepada sektor UMKM.
Lebih lanjut, terkait peningkatan kredit korporasi, Piter mengidentifikasi bahwa hal ini juga banyak didorong oleh kebutuhan perusahaan dalam melunasi obligasi atau surat utang. Akibatnya, porsi untuk sektor produktif menjadi berkurang.
"Jadi secara keseluruhan sekarang ini walaupun pertumbuhan kredit kepada korporasi meningkat, sebenarnya pembiayaan bank untuk kegiatan investasi dan lainnya itu menurun," sambungnya.
Baca Juga
Dengan demikian, dia memaparkan bahwa pelambatan pertumbuhan kredit termasuk di sektor produktif akan berdampak pula terhadap pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti penurunan impor barang modal hingga turunnya impor bahan baku.
Piter kemudian memperkirakan bahwa strategi bank dalam menahan penyaluran kredit dapat berlanjut apabila tak terdapat perubahan kondisi, dalam hal ini kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI).
"Kalau bagi BI hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonominya sudah terganggu, sementara di sisi lain inflasi dan nilai tukar masih terjaga, kemungkinan besar BI akan melakukan koreksi dengan menurunkan suku bunga, mengurangi kontraksi moneter, mengurangi penerbitan SRBI-nya. Itu akan berdampak kepada penyaluran kredit perbankan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah bank besar kian melirik potensi pertumbuhan kredit di segmen korporasi demi menjaga kualitas kredit, utamanya saat terjadi pemburukan kualitas aset segmen UMKM.
Kredit Bank-Bank Raksasa
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), misalnya, tak menampik fakta bahwa segmen UMKM tengah mengalami pelemahan. Sebagai catatan, BRI menjadi bank dengan yang paling banyak menyalurkan kredit ke segmen UMKM, dengan persentase 81,96% dari total penyaluran kredit sebesar Rp1,336,78 triliun per semester I/2024.
Namun demikian, komposisi kredit mikro BRI mencatatkan penyusutan porsi menjadi 46,6% dari total kredit per semester I/2024, lebih sedikit dari angka 48,1% pada periode sama tahun sebelumnya. Penyusutan juga terjadi pada porsi segmen kredit small alias kecil dari 18,9% menjadi 17,4%. Sementara itu, kredit dengan segmen medium mencatatkan peningkatan porsi ke level 3,1% dari 2,6%.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa manajemen tengah berfokus pada kebijakan penagihan dan memprioritaskan kualitas aset.
"Dan itulah yang kemudian kita tangani dengan tumbuh selektif, risk acceptance kriteria kita perbaiki, pertajam dan perketat. Lalu, yang sudah tidak bisa diselamatkan, kemudian kita hapus buku, dan kemudian kita tagih menjadi recovery," ucapnya dalam Public Expose Live beberapa waktu lalu.
Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan bahwa kredit korporasi menjadi segmen yang berkontribusi besar, mencapai 55,45% atau sebesar Rp403,1 triliun dari total kredit yang dimiliki BNI yakni Rp727 triliun.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menjelaskan bahwa meskipun kualitas segmen korporasi tetap terjaga, pihaknya menghadapi kesulitan dalam segmen usaha kecil menengah. Sebagai catatan, BNI menyalurkan kredit ke segmen UKM sebesar Rp80 triliun per Juni 2024, turun 11,2% (year-on-year/YoY) dari periode tahun lalu sebesar Rp90,1 triliun.
"Di segmen korporasi sudah relatif full recover, akan tetapi yang masih menjadi concern kami adalah SME [small medium enterprises atau UMKM], di mana kita lihat secara industri segmen ini mengalami kesulitan atau mendapat issue dari kualitas aset,” ujarnya.
Senada, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Darmawan Junaidi juga melaporkan penyaluran kredit ke segmen korporasi menjadi kontributor terbesar dalam penyaluran kredit, dengan pertumbuhan 29,7% (YoY) atau senilai Rp561 triliun di tengah demand yang baik pada segmen ini.
"Dari sisi growth strategy, kami tetap melanjutkan strategi yang telah dilakukan, yaitu fokus untuk meningkatkan dominasi di bisnis nasabah prinsipal atau wholesale agar menghasilkan portofolio yang lebih berkualitas," ujarnya dalam Paparan Kinerja Semester I/2024 lalu.