Bisnis.com, JAKARTA — Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menilai bahwa upaya perusahaan asuransi menjaga rasio klaim tidak cukup hanya dengan menaikkan iuran premi kesehatan.
Imbas inflasi medis, rasio klaim kesehatan asuransi jiwa sempat jebol lebih dari 100% pada Juni 2024. Namun kondisinya membaik pada Juli 2024 dengan rasio klaim kesehatan di level 72,21%. Wahyudin mengatakan kinerja positif itu tak lepas dari upaya industri mengerek premi.
"Peningkatan premi dapat membantu menyeimbangkan rasio klaim, terutama jika biaya medis meningkat. Namun, bukan satu-satunya solusi dan bisa menjadi langkah berisiko karena daya beli masyarakat bisa terdampak negatif, terutama bagi golongan menengah ke bawah dan premi yang meningkat harus diimbangi dengan layanan yang jelas bernilai lebih bagi nasabah," kata Wahyudin kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (13/9/2024).
Wahyudin memberi contoh, perusahaan asuransi bisa memberikan opsi premi fleksibel, di mana nasabah membayar premi lebih rendah jika memilih paket dengan cakupan terbatas atau paket berbasis kebutuhan kesehatan pribadi.
Namun dirinya paham, bahwa menjaga keseimbangan antara menaikkan premi dan mempertimbangkan daya beli masyarakat adalah tantangan penting. Menurutnya yang bisa menjadi solusi jangka panjang atas hal ini adalah industri asuransi mampu menyasar segmentasi pasar sesuai kategori masyarakat, ditambah kerja sama industri dengan pemerintah.
Pada akhirnya, untuk menjaga rasio klaim kesehatan tetap berada di bawah 100% ketika inflasi medis melanda, tak cukup dengan mengerek premi semata.
"Diperlukan strategi komprehensif. Setidaknya ada empat strategi. Pertama, pengendalian biaya medis. Perlu bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, apotek untuk mengelola biaya perawatan," jelasnya.
Kemudian yang kedua, diperlukan inovasi produk asuransi kesehatan. Menurutnya, industri harus bisa menawarkan produk asuransi kesehatan yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan nasabah agar bisa mengurangi klaim yang berlebihan. Misalnya, asuransi dengan pengecualian pada penyakit-penyakit yang dapat dicegah melalui gaya hidup sehat.
Ketiga adalah dengan meningkatkan pendidikan kesehatan dan pencegahan. Menurutnya edukasi tentang pencegahan penyakit dan mendorong program kesehatan serta pencegahan seperti gaya hidup sehat, program vaksinasi, dan pemeriksaan kesehatan berkala untuk mengurangi klaim kesehatan di masa depan.
"Keempat, memanfaatkan teknologi. Digitalisasi layanan klaim dan penggunaan analitik data membantu perusahaan memprediksi risiko kesehatan nasabah secara lebih akurat dan mengelola klaim secara lebih efisien. Penggunaan telemedicine juga dapat menjadi opsi pengobatan yang lebih murah dibandingkan perawatan langsung di rumah sakit," tandasnya.