Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta semua pihak bersinergi dalam mengerek indeks literasi dan inklusi keuangan penduduk Indonesia yang masih rendah.
OJK sebelumnya merilis indeks yang menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%.
Angka itu timpang dengan sektor syariah yang mana tingkat literasinya hanya sebesar 39,11%, sementara indeks inklusi keuangan syariah 12,88%.
“Ini harus total football, kita kerjakan bersama-sama antara pemerintah, regulator, pelaku usaha jasa keuangan, akademisi, hingga media,” katanya dalam konferensi pers Indonesia Sharia Financial Olympiad di Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2024).
Menurutnya, sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar, Indonesia telah memiliki modal untuk memperluas keuangan syariah dengan memiliki sejumlah destinasi halal dunia, kemajuan pasar modal, hingga perbankan.
Namun demikian, Kiki–sapaan akrabnya–menggarisbawahi bahwa Indonesia tak boleh tertinggal dari negara-negara lain dari sisi perkembangan sektor keuangan syariah.
Baca Juga
Sementara itu, Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Hasanudin mengatakan bahwa pengembangan keuangan syariah Tanah Air telah diupayakan oleh banyak pihak, antara lain Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) hingga Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Dari internal MUI, pihaknya juga tengah bergeliat memberikan sosialisasi atau pelatihan kepada ormas Islam mengenai fikih muamalat, yang menjadi kunci prinsip syariah dalam keberlangsungan suatu lembaga jasa keuangan.
Selain itu, dirinya juga menyoroti sejumlah sektor yang dinilai mampu menyokong keberlangsungan keuangan syariah di Indonesia, seperti halnya kebutuhan logistik pada saat musim haji.
“Kalau kita mau bekerja sama, semua pihak terlibat, insyaallah Indonesia menjadi pimpinan ekonomi syariah, ekonomi halal itu bisa terjadi. Semuanya bisa bekerja sama,” tandas Hasanudin pada kesempatan yang sama.