Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Prediksi Produk Unit Linked Masih Tertekan hingga Akhir 2024, Intip Penyebabnya

Pakar asuransi memperkirakan lini usaha unit link atau PAYDI industri asuransi jiwa pada kuartal IV/2024 ini masih tertekan.
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Senin (28/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Pakar asuransi memperkirakan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) alias unit linked pada industri asuransi jiwa pada kuartal IV/2024 ini masih tetap tertekan. Hingga kuartal III/2024 lalu, lini usaha PAYDI masih melanjutkan kontraksi. 

Analis senior bidang Perasuransian Irvan Rahardjo mengatakan tertekannya lini usaha PAYDI ini tidak lepas dari penyesuaian yang diatur di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI).

"Prospek lini usaha PAYDI di sisa tahun ini masih dalam tekanan karena belum nampak sinyal industri mampu membalikan kembali kinerja asuransi unit link setelah asuransi melakukan konsolidasi dan penyesuaian dengan regulasi baru SE OJK 05 yang sangat ketat sebagai koreksi praktik bisnis misseling oleh agen selama ini," kata Irvan kepada Bisnis, Selasa (5/11/2024).

Adapun pokok-pokok pengaturan yang tertuang dalam SEOJK tersebut antara lain mewajibkan perusahaan yang memasarkan PAYDI harus memiliki aktuaris, tenaga pengelola investasi, sistem informasi yang memadai untuk mendukung kegiatan pengelolaan PAYDI dan sumber daya yang mampu mendukung pengelolaan. 

Perusahaan yang baru pertama kali memasarkan PAYDI harus memenuhi ketentuan modal sendiri yakni sebesar Rp250 miliar bagi perusahaan asuransi konvensional dan Rp150 miliar bagi perusahaan asuransi syariah.

Selain faktor adaptasi industri atas regulasi, Irvan menilai tertekannya lini usaha PAYDI juga disebabkan faktor pasar modal yang juga menghadapi stagnasi akibat menurunnya daya beli masyarakat.

"Hal ini ditandai oleh deflasi selama 4 bulan berturut-turut dan indeks PMI yang rendah di bawah 50 sebagai indikasi deindustrialisasi," kata Irvan.

Irvan menjelaskan ada beberapa momentum yang bisa menjadi sentimen positif kinerja unit link berbalik arah. Pertama adalah pengumuman angka deflasi yang akan dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) besok, (6/11/2024). Kedua, pada Kamis (7/11/2024) Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan cadangan devisa Indonesia periode Oktober 2024.

Namun untuk saat ini, Irvan menegaskan belum tampak sentimen positif yang bisa mendorong kinerja lini usaha PAYDI asuransi jiwa. "Belum nampak ada titik balik. Indikatornya IHSG melemah terkoreksi dan belum ada tanda berbalik arah," pungkasnya. 

Adapun sampai September 2024, lini usaha PAYDI mengalami kontraksi sebesar Rp6,75 triliun atau turun 15,36% year on year (yoy) menjadi sebesar Rp37,21 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper