Bisnis.com, JAKARTA— Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk mendukung pertumbuhan kredit dan ekspansi ekonomi melalui kebijakan makroprudensial yang lebih agresif pada 2025.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan pihaknya akan meningkatkan jumlah insentif likuiditas dari Rp259 triliun menjadi Rp283 triliun mulai Januari 2025.
Kebijakan insentif likuiditas ini akan difokuskan untuk mendukung pembiayaan ke sektor-sektor prioritas yang dapat menciptakan lapangan kerja.
“Kebijakan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit pembiayaan akan kami arahkan ke sektor-sektor prioritas pencetak lapangan kerja, jumlah insentif juga akan kami naikkan dari Rp259 triliun menjadi Rp283 triliun mulai Januari 2025 ini,” kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada Jumat (29/11/2024).
Perry mengatakan bahwa semakin banyak bank yang akan menerima insentif likuiditas dan jumlah insentif yang diberikan juga akan lebih besar.
Selain insentif likuiditas, Perry menyebutkan kebijakan lain yang akan tetap dijalankan untuk mendukung kredit, seperti mempertahankan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) yang longgar serta kebijakan uang muka 0% untuk kredit properti dan otomotif.
Baca Juga
“Rasio penyangga likuiditas Makroprudensial (PLM) tetap longgar dan pula kebijakan uang muka kredit 0% tetap berlaku untuk kredit properti dan kredit otomotif,” tambahnya.
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI juga akan memperkuat koordinasi dengan otoritas terkait. “Penguatan surveilans sistemik untuk turut menjaga sistem keuangan berkoordinasi erat dengan kementerian keuangan, OJK, LPS dalam KSSK,” kata Perry.
Selain fokus pada likuiditas, BI juga akan mempercepat digitalisasi sistem pembayaran sesuai Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025–2030 yang diluncurkan pada 1 Agustus 2024. Lima inisiatif strategis telah disiapkan untuk mendukung pengembangan infrastruktur, inovasi, dan internasionalisasi sistem pembayaran, termasuk Rupiah Digital.
“Melalui lima inisiatif pengembangan infrastruktur, industri, inovasi, dan internasionalisasi dan rupiah digital. Dengan semboyan satu nusa satu bangsa satu bahasa,” ujar Perry.
Salah satu fokus utamanya adalah pengembangan infrastruktur pembayaran seperti BI-FAST dan modernisasi BI-RTGS. Selain itu, inovasi QRIS akan terus diperluas dengan target mencapai 58 juta pengguna dan 40 juta merchant. Kerja sama QRIS tidak hanya mencakup negara-negara di Asia Tenggara, tetapi juga melibatkan Jepang, Korea, Uni Emirat Arab, dan negara-negara lainnya.
Eksperimen lanjutan terkait Rupiah Digital sebagai alat pembayaran sah juga akan terus dilakukan.
“Elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah daerah juga kami akan teruskan melalui penyak untuk penyaluran bantuan sosial maupun juga untuk tantuk kredit Indonesia segmen pemerintah,” pungkas Perry.