Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah bank mengisyaratkan akan tetap mendorong kredit untuk segmen korporasi di tengah optimisme terhadap pemangkasan suku bunga acuan pada 2025, meskipun Bank Indonesia (BI) kembali menahan BI Rate pada level 6% pada periode Desember 2024.
Ari Rizaldi selaku Direktur Treasury & International Banking PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI memandang bahwa korporasi akan menyesuaikan diri dari segi permintaan kredit demi tercapainya kondisi keseimbangan pasar alias ekuilibrium.
“Saya rasa dunia usaha pasti akan menyesuaikan, ekuilibrium itu akan ada di sana juga. Tidak mungkin dia against market, tidak mungkin dia against dengan kondisi,” katanya saat ditemui Bisnis di The Tower BSI, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (26/12/2024).
Namun demikian, berdasarkan hasil riset ekonom BSI, dirinya melihat peluang penurunan suku bunga acuan terbuka lebar pada tahun depan.
Hal ini turut didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga dengan total 50 basis points (bps) oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve alias The Fed. Itu sebabnya, Ari menilai bahwa pembiayaan BSI untuk segmen korporasi juga harus meningkat pada 2025, kendati tak memerinci angkanya.
“Komitmen kita sebagai bank yang menjalankan fungsi intermediasi pasti harus meningkatkan pembiayaannya,” tuturnya.
Baca Juga
Berdasarkan presentasi perusahaan, BSI telah menyalurkan pembiayaan segmen korporasi sebesar Rp58,23 triliun pada September 2024, tumbuh 7,07% secara tahunan alias year on year (YoY).
Realisasi itu mencakup 21,81% dari total pembiayaan BSI pada kuartal III/2024 yang sebesar Rp267,06 triliun, dengan laju pertumbuhan 15,28% YoY.
Sebelumnya, Direktur PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah memandang bahwa tingkat suku bunga yang relatif tinggi berdampak penyaluran kredit oleh perbankan, termasuk korporasi.
“Suku bunga pinjaman yang cenderung tinggi dapat membatasi minat korporasi untuk mengambil kredit baru, terutama untuk proyek yang memiliki margin keuntungan tipis,” katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/12/2024).
Kendati demikian, dia memandang bahwa suku bunga bukan satu-satunya faktor penentu. Beberapa faktor yang turut berpengaruh adalah kondisi likuiditas perbankan, profil risiko debitur, serta dinamika sektor usaha dari debitur.
Dari sisi bank, penyaluran kredit akan cenderung dilakukan dengan lebih selektif, dengan fokus utama kepada debitur dengan profil risiko rendah maupun proyek dengan potensi baik.
Selain itu, Efdinal memandang bahwa tekanan dapat dialami oleh sejumlah sektor yang sensitif terhadap suku bunga, misalnya properti atau infrastruktur.
“Sebaliknya, sektor dengan arus kas stabil seperti sektor komoditas atau consumer goods mungkin tetap diminati oleh bank,” tuturnya.