Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Besaran Pesangon PHK dan Pensiun 2025: Dampak Putusan MK atas UU Cipta Kerja

Mahkamah Konstitusi menilai bahwa pengaturan ketenagakerjaan harus dipisahkan dari UU Cipta Kerja.
Ilustrasi perusahaan rintisan (startup) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)/Dice Insights
Ilustrasi perusahaan rintisan (startup) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)/Dice Insights

Bisnis.com, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Dikutip ulang dari laman MK pada Minggu (19/1/2025) atas putusan akhir Oktober tahun lalu itu, Mahkamah menilai bahwa pengaturan ketenagakerjaan harus dipisahkan dari UU Cipta Kerja. Mahkamah memberi waktu 2 tahun agar pembuat Undang-Undang merancang regulasi baru terkait ketenagakerjaan dan mengeluarkannya dari UU Cipta Kerja.

Putusan setebal 687 halaman tersebut, menekankan pentingnya undang-undang baru untuk menyelesaikan ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi hukum ketenagakerjaan. Dalam undang-undang baru tersebut, materi peraturan yang lebih rendah, seperti peraturan pemerintah, perlu dimasukkan sebagai bagian dari substansi undang-undang.

MK juga membagi pertimbangan hukum ke dalam enam klaster dalil permohonan, yakni penggunaan tenaga kerja asing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), serta uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan masa kerja.

Terkait penggunaan tenaga kerja asing, MK menilai Pasal 42 ayat (4) UU 13/2003 yang diubah oleh Pasal 81 angka 4 UU 6/2023 sebagai norma yang multitafsir karena tidak mengatur pembatasan secara tegas. Pasal ini dianggap bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia harus menjadi prioritas.

Mengenai PKWT, Mahkamah menegaskan perlunya kejelasan dalam pengaturan jangka waktu PKWT untuk melindungi hak pekerja. Norma sebelumnya dalam UU 13/2003 lebih memberikan kepastian hukum dibandingkan Pasal 81 angka 12 UU 6/2023 yang menyerahkan pengaturan jangka waktu pada perjanjian kerja. MK menekankan bahwa jangka waktu PKWT, termasuk perpanjangannya, harus dibatasi hingga lima tahun sebagaimana diatur dalam amar putusan.

Pada isu pekerja alih daya, MK menyoroti pentingnya pengaturan yang jelas mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Kejelasan ini diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja, memastikan hak-hak dasar mereka, serta mengurangi konflik antara perusahaan dan pekerja.

Untuk waktu kerja, MK mencermati penghapusan ketentuan istirahat dua hari untuk lima hari kerja dalam Pasal 81 angka 25 UU 6/2023. Pengaturan tersebut dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena alternatif istirahat dua hari hanya diatur dalam peraturan pemerintah, bukan undang-undang. MK menegaskan pentingnya kepastian hukum mengenai waktu kerja dan istirahat yang adil bagi pekerja.

Sedangkan permohonan mengenai besaran pesangon dan sejumlah pasal lainnya yang diujikan, dinilai tidak beralasan secara hukum.

Dengan ketetapan MK ini, maka besaran pesangon bagi pekerja yang di PHK atau memasuki pensiun masih mengacu kepada UU Cipta Kerja.

"Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima," tertulis dalam angka 47 UU Cipta Kerja.

Berikut adalah rincian pesangon yang diterima karyawan korban PHK dalam UU Cipta Kerja:

A. Pesangon dalam UU Cipta Kerja jika Kena PHK atau Pensiun

  • Masa kerja kurang dari 1 tahun, maka mendapatkan 1 bulan upah.
  • Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, maka mendapatkan 2 bulan upah.
  • Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, maka mendapatkan 3 bulan upah.
  • Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, maka mendapatkan 4 bulan upah.
  • Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, maka mendapatkan 5 bulan upah.
  • Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, maka mendapatkan 6 bulan upah.
  • Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, maka mendapatkan 7 bulan upah.
  • Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, maka mendapatkan 8 bulan upah.
  • Masa kerja 8 tahun atau lebih, maka mendapatkan 9 bulan upah.

B. Uang Penghargaan jika Kena PHK atau Pensiun dalam UU Cipta Kerja

  • Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, maka mendapatkan 2 bulan upah.
  • Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, maka mendapatkan 3 bulan upah.
  • Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, maka mendapatkan 4 bulan upah.
  • Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, maka mendapatkan 5 bulan upah.

Selanjutnya Masa kerja 15 tahun atau lebih 

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper