Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Samir Ungkap Penyebab Fintech P2P Lebih Rajin Cairkan Kredit Konsumsi

Fintech P2P Samir menyebutkan akan meningkatkan pembiayaan produktif seperti arahan regulator.
Ilustrasi P2P Lending. /Freepik.com
Ilustrasi P2P Lending. /Freepik.com

Bisnis.com, BANDUNG – PT Sahabat Mikro Fintek (Samir) menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan pembiayaan produktif seperti target regulator. 

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai dengan November 2024 terdapat 21 penyelenggara fintech P2P lending memiliki kredit bermasalah atau TWP90 di atas 5%. Menariknya, kredit bermasalah ini didominasi oleh penyelenggara yang fokus pada segmen produktif, walaupun secara total penyaluran produktif hanya menyumbang sekitar 30% dari total pembiayaan P2P lending dalam periode tersebut.

Yonathan Gautama, CEO Samir menyebut dalam kaca mata pelaku bisnis fintech, pembiayaan sektor konsumtif lebih menguntungkan dibanding pembiayaan sektor produktif. Pasalnya bunga pinjaman sektor produktif relatif lebih rendah dibanding pinjaman konsumtif.

"Sektor konsumtif sering dianggap lebih menarik dikarenakan kontribusi terhadap pendapatan, cash flow perusahaan lebih baik dan tentu bunga pinjaman yang lebih tinggi dibandingkan sektor produktif," kata Yonathan kepada Bisnis, Rabu (22/1/2205).

Meski begitu, Yonathan menegaskan Samir tetap akan mengupayakan keseimbangan pembiayaan antara pada segmen produktif dan konsumtif. Caranya adalah dengan memastikan borrower sektor produktif yang dilayani perusahaan memiliki potensi untuk berkembang dengan memperhatikan market yang baru, analisis risiko yang komprehensif dan dukungan teknologi.

Dia mengungkapkan tingginya tingkat kredit macet di sektor produktif dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, borrower di sektor produktif seperti UMKM sering kali memiliki keterbatasan dalam akses data keuangan yang valid, sehingga menyulitkan proses penilaian kredit. 

Selain itu, faktor lain adalah usaha produktif yang berkaitan dengan proses produksi raw material atau bahan mentah akan cenderung lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi, perubahan pasar dan tantangan eskternal seperti cuaca atau kenaikan harga bahan baku. 

"Dalam banyak kasus, dampak pandemi juga masih terasa di sektor ini, mengakibatkan pelaku usaha membutuhkan waktu lebih lama untuk memulihkan kinerja mereka," ujarnya.

Menghadapi tantangan itu, dia menegaskan Samir berkomitmen terus berupaya untuk memanfaatkan data yang ada, maupun juga dengan mengembangkan penggunaan data alternatif guna menyusun strategi mitigasi risiko yang lebih baik bagi borrower. 

Borrower sektor produktif di industri pinjaman online (pinjol) menurutnya juga tidak lepas dari tantangan kondisi makro ekonomi. Dia mencontohkan, misalnya mereka harus menghadapi tantangan berupa akses pasar yang membuat UMKM terbatas untuk berkembang.

"Faktor eksternal seperti tekanan ekonomi global, kenaikan suku bunga, dan fluktuasi nilai tukar juga berdampak signifikan pada daya beli konsumen dan biaya operasional usaha mereka. Kami melihat hal ini sebagai tantangan yang dapat diatasi dengan edukasi berkelanjutan dan penyediaan program pendampingan," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper